Tak Terima Disebut Penjudi, Lukas Enembe Marah: Saya Gubernur Papua!
- Viva.co.id
VIVA Jabar - Persidangan kasus korupsi mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe masih berlanjut. Saksi yang dihadirkan kali ini ialah mantan Kepala Dinas PUPR Papua, Mikael Kambuaya. Sidang dilaksanakan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat.
Seketika itu Lukas Enembe pun langsung naik pitam, ia tak terima dituduh pernah bermain judi di negara Singapura. Bermula ketika hakim ketua Rianto Adam Pontoh memberikan kesempatan Lukas Enembe memberikan pertanyaan kepada saksi Mikael Kambuaya. Hakim Rianto meminta Lukas Enembe secara perlahan memberikan pertanyaan.
"Saudara terdakwa pertanyaan dulu ya, jangan dulu tanggapan nanti di bantah semua itu ya. Pelan-pelan aja gaperlu keburu-buru, pelan aja gaperlu dengan emosi," ujar Hakim Rianto Adam di ruang sidang, Senin 7 Agustus 2023.
Diberi kesempatan bertanya oleh hakim, Lukas Enembe justru malah marah kepada saksi. Marahnya itu karena pernyataan Mikael dalam BAP bahwa Lukas bermain judi di Singapura.
"Saya mau tanya pak. Gubernur tidak urus judi, gubernur urus pemerintah dengar itu. Tidak urus judi," kata Lukas sembari bernada tinggi.
Singkat cerita, hakim melontarkan pertanyaan kepada Mikael bahwa apakah dia melihat secara langsung Lukas bermain judi di Singapura. Kendati, Mikael mengaku bahwa dirinya hanya membaca di media bahwa Lukas bermain judi di Singapura. Kemudian, lagi dan lagi, Lukas Enembe marah kepada saksi Mikael.
Dia menyebut bahwa dirinya tak pernah bermain judi dimanapun berada. Bahkan, Lukas juga terlihat memukul meja beberapa kali bahwa dirinya tak pernah main judi sekaligus membantah bahwa dirinya tak mengerti 'fee'yang dimaksud dari keterangan saksi di BAP.
"Tidak bisa main judi, tidak pernah main judi, saya gubernur papua tidak ada main judi," kata Lukas sambil memukul meja dan bernada tinggi ke arah hakim.
"Tenang tenang itu hak saudara. Saudara bertetap pada keterangan tapi mendengar pada media dari media mendengar dan membaca dari media bahwa Lukas Enembe pernah main judi di singapur, tapi lihat secara langsung?," tanya hakim.
"Tidak pernah," jawab saksi Mikael. "Pak gubernur tidak mengurus fee dari dulu sampai hari ini saya tidak tau fee, fee itu apa saya tidak tau," tegas Lukas.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara resmi akhirnya mendakwa Gubernur Nonaktif Provinsi Papua, Lukas Enembe dengan nilai Rp 46,8 Miliar terkait dengan suap dan gratifikasi yang menjeratnya. Jaksa menilai bahwa perilaku Lukas sudah menjadi hal yang bertentangan sebagai penyelenggara negara.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK di ruang sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin 19 Juni 2023.
Di perkara suap, Lukas Enembe telah menerima uang sebanyak Rp 45,8 Miliar. Dari puluah miliar itu, dirincikan sebanyak Rp10,4 miliar berasal dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Kemudian, sebesar Rp35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa.
Uang tersebut diberikan kepada Lukas Enembe guna memenangkan perusahaan milik Piton dan Rijatono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Kemudian, Lukas melakukan hal tersebut bersama dengan Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya. Lalu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2021.
Lukas Enembe didakwa sebanyak Rp 1 Miliar dalam kasus gratifikasinya. Uang tersebut didapatkan oleh Lukas dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan melalui Imelda Sun yang dikirim melalui nomer rekening Lukas.
"Bahwa terhadap penerimaan gratifikasi berupa uang tersebut, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang. Padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," kata jaksa.