Alshad Ahmad Nikahi Nissa Asyifa saat Hamil, Begini Pandangan Islam
- Istimewa
VIVA Jabar – Kabar Alshad Ahmad yang menikahi Nissa Asyifa saat tengah mengandung buah hatinya di usia delapan bulan kehamilan memicu perdebatan. Tak sedikit yang mengasihani Tiara Andini yang masih menjadi kekasih Alshad Ahmad, namun juga banyak yang penasaran mengenai hukum Islam menikah saat sedang hamil.
Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa pernah melangsungkan pernikahan secara Islam sebelum akhirnya memilih cerai pada tahun 2022 lalu. Hal ini terkuak dari web Mahkamah Agung. Di dalamnya terlihat jelas informasi mengenai hubungan Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa.
"Pemohon dalam surat permohonannya tanggal 11 November 2022 telah mengajukan permohonan cerai talak dan isbat nikah yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bandung dengan Nomor 5361/Pdt. G/2022/PA.Badg. pada tanggal 11 November 2022," tulis isi surat tersebut.
Pada poin pertama dijelaskan Alshad dan Nissa sepakat untuk menikah secara Islam. Kemudian pada poin kedua ditulis, usia kehamilan Nissa Asyifa sudah menginjak bulan kedelapan saat pernikahan berlangsung.
"Bahwa sebelum menikah antara Pemohon dan Termohon masing-masing berstatus Perjaka dan Perawan akan tetapi Termohon sedang hamil dengan usia kehamilan sekitar 8 (delapan) bulan sehingga meskipun dalam keadaan hamil, para pihak tetap dapat melakukan pernikahan menurut Syariat Islam," tulisnya.
Kondisi hubungan Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa pun menggegerkan publik hingga memicu perdebatan. Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hal ini?
Dikutip laman Kementerian Agama Sumatera Selatan, ada dua hal yang sepertinya perlu dijawab, yaitu bagaimana status hukum seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain dan hukum wanita hamil yang dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah.
Dalam menjawab persoalan kedua status hukum tersebut ini, mengutip pendapat Ahmad Sarwat dari dalam laman website Rumah Fiqih, dia mengatakan terdapat beberapa pendapat, di antaranya:
Hanya Lelaki Yang Menghamili Boleh Menikahi
Pertama, pendapat Imam Abu Hanifah yang menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Wanita Harus Bertaubat
Kedua Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertaubat dari dosa zinanya. Jika belum, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut. Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda:
"Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal". (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Juga dengan hadis berikut, Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, istriku ini seorang yang suka berzina. Beliau menjawab: “Ceraikan dia.” “Tapi aku takut memberatkan diriku”. "Kalau begitu mut`ahilah dia". (HR Abu Daud dan An-Nasa'i)
Boleh Dinikahi oleh Lelaki yang Tak Menghamili
Ketiga Pendapat Imam Asy-Syafi'i yang menerangkan bahwa baik laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.
Adapun pendapat yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut, Nabi SAW bersabda: "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim).
Juga dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy).
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut:
Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.