Seberapa Banyak Sianida Ancam Nyawa Seseorang? Ini Kata Ahli Forensik

Ilustrasi Bahan Kimia, Racun Sianida
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar - Kasus 'Kopi Sianida' yang merenggut nyawa Wayan Mirna Salihin masih diperdebatkan oleh Ahli Forensik RSCM Jakpus, dr. Djaja Surya Atmaja.

Dalam podcast bersama dr. Richard Lee, Djaja menyebutkan kadar sianida yang mengancam nyawa seseorang tidak mungkin hanya 0,2 mg per liter. 

Ia menjelaskan, dalam kajian forensik, kadar sianida yang cukup untuk menyebabkan kematian seseorang berkisar antara 150 hingga 250 mg. 

 

 

Ia memberikan contoh, jika 150 mg sianida masuk tubuh, seharusnya bisa terdeteksi dalam tubuh bahkan 2 jam setelah kematian. 

Oleh karenanya, mustahil bila dikatakan bahwa Mirna meninggal dunia diakibatkan paparan racun sianida. Sebab, ketika Ia pertama kali menangani jasad Mirna, tidak ditemukan tanda-tanda mendiang keracunan Sianida sebagaimana yang dituduhkan kepada terpidana, Jessica Kumala Wongso

"Jika 150 mg sianida masuk ke dalam lambung, dan jika isi lambung adalah 1 liter air, maka 150 mg per liter akan tetap ada dalam lambung, bahkan 2 jam setelah kematian. Jika kurang dari 150 mg, maka sianida akan terdeteksi dalam darah, urine, atau hati. Dari perspektif forensik, keberadaan sianida dalam kasus ini sangat tidak mungkin," sebut Djaja.

Djaja menegaskan bahwa Mirna Salihin bukan meninggal karena racun sianida. Salah satu hal yang mencolok adalah temuan di lambung Mirna sebagai sampel yang diambil oleh tim forensik Polri.  

Djaja menceritakan peristiwa awal pertama kali dirinya menangani jasad Mirna. Pada tahun 2016 keluarga Mirna Salihin, terutama ayah kandung Mirna, Edi Darmawan Salihin, menolak keras autopsi yang disampaikan pihak kepolisian. 

Keluarga Mirna, sebut Djaja, hanya mengizinkan pengambilan sampel dari lambung, darah, hati, dan urine jenazah.

Hasilnya, lanjut Djaja, kandungan sianida yang ditemukan hanya sebanyak 0,2 mg/liter dalam sampel lambung Mirna. 

Dalam pandangan Djaja, kadar sianida sebanyak 0,2 mg kemungkinan merupakan hasil dari proses pembusukan tubuh Mirna, bukan karena unsur kesengajaan konsumsi bubuk sianida.

"Yang diambil tadi adalah darah, hati, isi lambung, dan urin. Semuanya negatif sianida, kecuali lambung yang menunjukkan positif sianida 0,2 mg per liter. 0,2 itu sangat kecil," katanya 

 

Kasus

Photo :
  • Screenshot berita VivaNews

 

"Secara logika, jika ada sianida dalam jumlah besar, maka kecilnya mungkin. Tapi jika tidak ada, maka menjadi pertanyaan besar. Ini bisa saja terjadi akibat pembusukan, di mana pembusukan dapat menyebabkan keberadaan sianida, meskipun dalam jumlah kecil," jelasnya. 

Lebih lanjut, Djaja menjelaskan bahwa sianida bisa mengakibatkan kematian seseorang saat sudah memasuki aliran darah, bukan ketika berada di dalam lambung. 

"Dari lambung, sianida masuk ke dalam darah dan kemudian menuju hati melalui pembuluh darah," tegasnya.

"Di hati, tubuh kita memiliki mekanisme detoksifikasi yang mengubah CN- (sianida) menjadi S (tiosianida) dalam tubuh kita, menjadi CNS, yaitu tiosianida. Oleh karena itu, tanda adanya sianida dalam tubuh adalah keberadaan tiosianida dalam hati, darah, dan urin. Namun, tidak ada sianida yang terdeteksi dalam air liur," pungkasnya

Sebagaimana diketahui, kasus 'Kopi Sianida' pada 2016 silam kembali mencuat setelah Film Dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso' tayang di Netflix sejak 28 September lalu.

Film berdurasi 1,5 jam ini telah memperlihatkan sejumlah kejanggalan yang mulai terungkap. Imbas film dokumenter tersebut, kematian Mirna Salihin dan temuan sianida tersebut mengemuka ke ranah publik.