Umar bin Khattab Tolak Shalat Dalam Gereja, Khawatir Gereja Disegel

Penutupan Gereja di Purwakarta
Sumber :
  • Berbagai Sumber

VIVA Jabar – Kisah menarik terjadi ketika Khalifah Umar bin Khattab berhasil menguasai Kota Yerusalem, Palestina. Saat itu, Uskup Agung Yerussalem, Uskup Sophronius memberikan tawaran agar beliau shalat dalam Gereja Makam Kudus. Kebetulan memang, sang khalifah meminta izin untuk melaksanakan shalat dzuhur. 

Mendengar tawaran itu, Umar menolak dengan bijak. Dia menjelaskan kepada sang uskup bahwa akan ada hal besar terjadi di masa depan jika dia shalat dalam gereja itu. Yakni, umat islam akan menyegel gereja tersebut dan mengubahnya menjadi masjid. Atas dasar itu, sang amirul mu’miniin kemudian shalat di bagian luar Gereja Makam Kudus. 

Kiai Saifudin Zuhri menceritakan kisah itu dalam bukunya yang terkenal “Berangkat dari Pesantren”. Belakangan, tepat di bagian luar Gereja Makam Kudus, didirikan Masjid Umar oleh Sultan Al-Afdhal, putera dari Sultan Salahudin Al-Ayyubi. Secara jarak fisik, dapat kita saksikan bahwa Gereja Makam Kudus kini berdampingan dengan Masjid Umar. 

Sebagai orang pesantren, Kiai Saifudin Zuhri sangat fasih dalam membahas tentang persfektif ketuhanan. Karena bagi umat Islam, Tuhan itu Ahad atau Tunggal. Akibat ketunggalan itu, kisah yang menceritakan tentang perbedaan pandangan ketuhanan dalam konteks lintas Agama selalu mereka konsumsi. 

Iman mereka sangat kuat terlatih secara intelektual maupun faktual. Sehingga, jangankan membahas tentang ilmu perbandingan agama, hadir dalam rumah ibadah agama lain pun tidak akan menggoncangkan keimanan mereka. Doktrin “Udkhuluu fis silmi kaffah”, dipahami sebagai keharusan masuk ke dalam situasi damai dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. 

Kembali pada kisah Umar bin Khattab, sebagai khalifah atau pemimpin, beliau menjaga marwah gereja. Dia tidak membiarkan ada ritual agama yang dia anut yakni Islam dalam rumah ibadah agama lain. Alasannya pun sangat tepat karena Amirul Mu’minin itu memiliki umat. Tentu, setiap langkahnya akan diikuti oleh umat. 

Dalam rangka menghindari perbuatan latah umat, Umar kemudian shalat dzuhur di bagian luar gereja. Hikmahnya terbaca oleh pemimpin Islam setelahnya yakni putera Sultan Salahudin Al-Ayyubi. Umar sedang mengajarkan toleransi. Sehingga, Sultan Afdhal membangun sebuah masjid untuk mengabadikan sikap toleransi yang ditunjukan oleh sang khalifah.