Jelang Pemilu 2024, FKS Soroti Kedaulatan Pemerintah Atas Infrastruktur Fisik Siber
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar – Teknologi menempati urutan atas dalam daftar fasilitas yang paling dibutuhkan di zaman modern seperti saat ini. Ketergantungan masyarakat terhadap teknologi kian hari kian meningkat.
Teknologi memiliki fungsi strategis dalam pengelolaan sistem pemerintahan. Jika tidak dikelola dengan tatanan yang baik, maka bisa menimbulkan disrupsi di lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih Indonesia akan memasuki tahun-tahun politik.
Dalam sambutan pada acara Forum Koordinasi dan Sinkronisasi (FKS) yang bertajuk Koordinasi dan Sinkronisasi Dalam Rangka Meningkatkan Keamanan Siber Guna Menghadapi Pemilu Tahun 2024, Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur (Kominfatur) Kemenko Polhukam Marsda TNI Dr. Arif Mustofa M.M. mengatakan, berbagai infrastruktur dan sistem informasi yang akan digunakan dalam Pemilu nantinya memiliki potensi kerawanan terhadap serangan siber.
Oleh sebab itu menurut Arif, infrastruktur dan aplikasi sistem informasi tersebut harus disiapkan secara cermat dan teliti, serta memenuhi standar keamanan yang memadai.
"Perlu upaya yang konkrit guna mengantisipasi berbagai potensi ancaman insiden siber agar pelaksanaan Pemilu Tahun 2024 dapat berjalan dengan aman dan lancar," ujar Deputi Bidkoor Kominfotur.
Sebagai informasi, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat anomali trafik pada periode 1 Januari 2022 sampai dengan 12 Juni 2023 mencapai sekitar satu milyar lebih anomali trafik, dengan kategori malware activity hingga 57.33%. Hal ini tentunya menandakan bahwa Indonesia masih sangat rawan terhadap serangan siber.
Demikian juga kerawanan pelaksanaan Pemilu juga berpotensi meluas menjadi kerawanan keamanan. Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong semua K/L/D dan stakeholder terkait peningkatan keamanan siber guna menghadapi pemilu 2024
“Sehingga dibutuhkan upaya komprehensif melibatkan berbagai pihak, seperti pihak Pemerintah, Swasta, Akademisi, Asosiasi dan juga Masyarakat,” ungkap Deputi Bidkoor Kominfotur.
Dalam FKS tersebut, Badan Intelijen Negara (BIN) menyampaikan bahwa terdapat empat motif serangan siber tersebut yaitu pengumpulan data, mendapatkan keuntungan, menyerang/ mendiskreditkan pihak tertentu, dan sabotase pelaksanaan Pemilu 2024.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa, berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, ancaman siber menyasar infrastruktur teknologi informasi berupa jaringan dan sistem teknologi informasi KPU, dan sumber daya manusia yaitu penyelenggara dan peserta pemilu.
Dalam menghadapi Pemilu 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi hal tersebut. Upaya tersebut terdiri dari pengamanan aplikasi dan pengembangan sistem, pengamanan data center dan jaringan, pengamanan pengoperasian, pengamanan fisik, dan audit.
Pada bagian penutup, Deputi Bidkoor Kominfotur Kemenko Polhukam Marsda TNI Dr. Arif Mustofa M.M. kembali menyoroti perkembangan teknologi terbaru yang perlu diantisipasi, seperti deep fake. Dengan menggunakan deepfake, siapapun dapat membuat video dengan karakter yang sangat menyerupai tokoh nasional, baik dari segi suara dan tampilan, namun digunakan untuk menyampaikan informasi yang keliru. Hal ini ditujukan untuk menyebarkan disinformasi dan hoax melalui infrastruktur fisik siber.
“Memperhatikan berbagai perkembangan teknologi, guna mencegah ancaman siber terhadap pelaksanaan Pemilu 2024, penting bagi Pemerintah untuk memiliki kendali dan kedaulatan atas infrastruktur fisik siber”, tutup Arif.