Kesaksian Ahli Forensik Soal Sianida di Tragedi Maut Mirna

Kasus 'Kopi Sianida', Ahli Forensik / Saksi Ahli Terdakwa (dr. Djaja)
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar - Tragedi maut yang menimpa Wayan Mirna Salihin pada tahun 2016 lalu kembali ramai diperbincangkan. Pasalnya, publik masih mempertanyakan kebenaran alat bukti soal racun sianida itu. 

Setelah 7 tahun berlalu, terpidana Jessica Wongso yang dijerat penjara 20 tahun ini, menjadi sorotan. Ada sejumlah kesaksian yang meragukan kematian Mirna disebabkan racun sianida.

Salah satu yang mengungkap kesaksian itu ialah seorang ahli forensik dr. Djaja Surya Atmaja. Diketahui dr. Djaja merupakan dokter yang bertugas untuk mengawetkan tubuh Mirna Salihin setelah dinyatakan meninggal. 

Proses pengawetan ini menyusul dengan kegiatan persemayaman jenazah Mirna Salihin di rumah duka RS Dharmais Jakarta. 

Prosesi pengawetan menggunakan formalin itu menjadi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan. Mengingat akan proses pembusukan dan bau yang bisa menggangu sekitar.

Dia juga orang pertama yang menemukan keanehan pada jenazah Mirna. Dimana saat itu dia mendengar ada selentingan kabar yang menyebut Mirna Salihin meninggal akibat sianida. 

dr. Djaja menyebut jenazah Mirna sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda keracunan sianida. Sebab, salah satu ciri atau tanda seseorang keracunan sianida adalah merah ceri pada wajahnya. Namun saat itu dia melihat wajah jenazah Mirna Salihin biru bengkak.  

Hal itu sebagaimana diulas dr. Djaja saat menjadi bintang tamu di podcast dr. Richard Lee pada beberapa hari yang lalu.

"Saya periksa, luka-luka tidak ada. Karena ada selentingan sianida saya liat mukanya. Orang keracunan sianida salah satu tanda utamanya adalah bikin merah mukanya lebam merah terang. Ini lebam mayatnya biru semua biru jadi enggak cocok," jelasnya. 

Djaja juga menjelaskan mekanisme respon tubuh terhadap sianida hingga menyebabkan kemerahan pada tubuh. Sianida yang masuk dalam darah akan berikatan dengan enzim pernafasan yang bernama sitorimosiniade. 

Sehingga menyebabkan indra pernafasan yang terpapar sianida itu langsung lumpuh hingga meninggal dunia. 

"Sehingga HB O2 yang mestinya dilepas darah ke jaringan untuk memberi oksigen ke jaringan tidak bisa terjadi, tidak lepas oksigennya. Akibatnya HB O2nya tinggi, jadi HBnya banyak itu bisa merah semua. Bukan hanya di muka tapi kalau dibuka semua (merah)," katanya.

Dia juga menambahkan, jika ada 1mg/liter sianida maka sianida itu sudah pasti tercium oleh orang tersebut dan menyebabkan seseorang mabok. 

"Kalau 10mg/liter dia cium pasti mabok. Makanya dites 2-3mg dibikin dia cium kalau tidak bisa cium berarti dia defisit. Kalau dia tidak bisa cium bisa mati, kalau dia cium itu dia akan hindari," katanya. 

Dia juga menyoroti tentang ditemukannya 7.400mg sianida dalam sampel gelas yang menjadi barang bukti kala itu.

Kasus

Photo :
  • Screenshot berita VivaNews

Padahal kata dia, jika ada sianida dalam jumlah besar seperti itu.Maka dalam radius 500 meter dari tempat lokasi Mirna Salihin duduk dan menyeruput es kopi Vietnamnya, akan pingsan semua. 

"Kalau ada sianida segitu radius 500 meter pingsan semua' saya bilang. Pasti gejala semua, collaps aja. 1 mg aja bikin mabok. Dan asal tau aja sianida itu titik didihnya berapa 26,5 derajat, artinya kalau suhu 20 derajat itu sudah nguap kemana-mana. dan 11 derajat sudah beku, artinya dia mudah menguap," jelasnya.  

Dijelaskan Djaja, letal dosis yang menyebabkan seseorang meninggal dunia dalam hitungan menit saja itu antara 150 hingga 250 mg.

"250mg bisa langsung mati itu letal dose menitlah. Ini 7000 ya mungkin masuk sedikit, kalaupun sedikit kalau mati masuknya 150 (letal dose minimal). Kalau masuk ke lambung yang isinya penuh air aja150mg/liter pasti mabok semua," ujarnya.  

Tak hanya itu, Djaja juga mengungkap saat mengecek lambung dia tidak mencium adanya bau sianida seperti yang diperbincangkan. 

"Enggak merah, dia biru. Saya tekan lambung supaya keluar hawa saya cek enggak nyium sama sekali. Kenapa yakin, karena saya dosen sianida 30 tahun. Saya cium baunya. Jadi saya yakin kalau itu bukan siandia," ujarnya.