Innovasi Teknologi Pertanian Terus Bermunculan, Aplikasi Ini Bisa Atur Pupuk Sayuran
Saat ini, lanjut Reza, sudah ada 115 ribu pengguna SIPINDO. Dari jumlah tersebut, 22 ribunya merupakan user aktif di mana mayoritas adalah perempuan. “SIPINDO ini hanya bisa diunduh melalui handphone android melalui Playstrore,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, petani milenial asal Desa Margacinta, Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Obur Bahtiar atau akrab disapa Obuy (34), mengatakan, dirinya terjun menjadi petani sekita 14 tahun yang lalu. Lima tahun pertama, Obuy merasakan pahit getir menjadi petani.
“Jatuh bangun saya rasakan menjadi petani di lima tahun pertama. Bukannya untung, saya malah menanggung kerugian,” ujar Obuy.
Obuy memilih menjadi petani cabai keriting di desanya. Awalnya, dia menerapkan pertanian konvensional bersama para petani lain yang usianya jauh di atas dia. Karena keterbatasan informasi dan teknologi, budidayanya tidak berkembang. Bahkan, membawanya ke jurang kebangkrutan.
Akan tetapi, tekadnya menjadi petani sudah bulat. Karenanya, Obuy kembali bangkit. Obuy belajar pertanian dengan cara otodidak. Hingga akhirnya, ia menemukan aplikasi SIPINDO pada tahun 2018. Kini, sudah enam tahun berjalan Obuy bersama anggota kelompok tani Marga Tani di desanya selalu menggunakan SIPINDO. Aplikasi ini sangat membantu petani.
“Fitur yang paling disukai mengenai pemupukan yang berimbang, pemberantasan hama penyakit sampai memantai harga komoditi di pasaran,” ujar Obuy, yang kini memiliki 1 hektare lahan cabai keriting.
Dengan menggunakan aplikasi ini, dia mampu menekan biaya produksi sampai 10 persen. Pasalnya, sebelum memakai aplikasi ini, Obuy belum menemukan formula yang tepat untuk pemupukan. Adapun biaya produksi tanaman cabainya mencapai Rp 5.000 per pohon. Dalam satu hektare lahan ada 20 ribu pohon. Untuk sekali tanam, Obuy mengeluarkan biaya Rp100 juta.