Bareskrim Bakal Periksa Denny Indrayana Terkait Bocorkan Putusan MK Soal Pemilu

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA Jabar – Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto mengatakan penyidik telah mendalami informasi yang disampaikan mantan Wakil Menkumham, Denny Indrayana. Hal itu terkait 'bocoran' Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan Pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja.

"Sedang diteliti, kan arahan Pak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) sudah jelas, sudah disampaikan kita akan dalami laporan tersebut," kata Agus di Tangerang pada Jumat, 2 Juni 2023.

Menurut dia, tidak menutup kemungkinan Penyidik Bareskrim akan melakukan pemeriksaan terhadap Denny Indrayana, mantan Staf Khusus Presiden era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) nantinya.

"Ya pada saatnya akan diperiksa," ujarnya.

Selain itu, Agus menyebut penyidik juga tentu akan meminta pendapat sejumlah ahli untuk mengkaji apakah pernyataan informasi yang disampaikan Denny Indrayana itu masuk tindak pidana atau tidak.

"Apakah menimbulkan keonaran atau tidak. Kalau berita-berita itu belum tentu menimbulkan kegaduhan. Sebaiknya nanti kita akan lihat dari keterangan ahlinya, kita akan proporsional," jelas dia.

Sebelumnya diberitakan, mantan Wakil Menkumham, Denny Indrayana menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan Pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Hal tersebut diungkap oleh Denny melalui akun sosial media Instagram pribadinya @dennyindrayana99 pada Minggu, 28 Mei 2023. Denny juga mengaku mendapat sumber informasi dari orang terpercaya. 

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny seperti dikutip VIVA, Minggu, 28 Mei 2023.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," sambungnya. Maka dari itu, Denny menyebut Indonesia kembali ke dalam sistem Pemilu Orba dengan otoritarian dan koruptif.

Denny menyebut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermasalah dan dihadiahi perpanjangan jabatan selama satu tahun. "KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," katanya.

Menurut dia, Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko atas Partai Demokrat, dikabarkan barter dengan kasus dugaan mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA).

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal. Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan," sambungnya. 

Sementara, Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono membantah isu tentang kebocoran informasi putusan lembaga itu atas gugatan Undang-Undang tentang Pemilu yang akan menetapkan sistem proporsional tertutup. MK menegaskan tidak terpengaruh dengan isu tersebut dan tetap dalam koridor.

"Kalau soal itu karena kan memang enggak ada yang bocor. Dibahas saja belum, kan kita sampaikan begitu. Seperti disampaikan di banyak kesempatan, saya, kita, MK, tetap dalam koridornya. Semua orang mengawasi sekarang," ujar Fajar kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023.

Fajar juga mengatakan hakim konstitusi memiliki tiga hal mendasar untuk mengungkap fakta yang ada di persidangan, yaitu dari keterangan ahli, keterangan saksi, dan pengumpulan alat bukti. Otoritas hakim untuk mempertimbangkan sebagian atau semua itu, termasuk momentum sekarang menjelang pemilu.