Politik Indonesia Jelang Pemilu 2024 Masih Cair, Muncul Nama Bakal Cawapres Muhadjir
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Konstalasi politik Indonesia menjelang Capres dan Cawapres pemilu 2024 masih mencair. Situasi politik pun dinilai masih kondusif, masih menghangat belum memanas.
Belum lama ini, di puncak klasemen para kandidat muncul gagasan dan ide dari sebagian elit, Menko PMK Prof Muhadjir Effendy digadang-gadang masuk kriteria bursa Cawapres di balik sengitnya arena percaturan politik Pilpres.
Melansir dari viva.co.id, baru-baru ini digelar webinar nasional Moya Institute bertajuk "Membaca Kemenangan Tiga Capres Populer" pada Jumat (23/6/2023) kemarin.
Setidaknya, ada 5 narasumber yang menyampaikan gagasan dan pandangan dalam diskusi tersebut, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok dan Australia (Prof. Imron Cotan), Guru Besar llmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Prof Aidul Fitriaciada Azhari), Politikus reformasi (Fahri Hamzah), Direktur Eksekutif SMRC (Sirojudin Abbas) dan Direktur Eksekutif Moya Institute (Hery Sucipto)
“Melalui pengamatan, patut diapresiasi bahwa tahun politik kali ini relatif jauh lebih kondusif, di mana pertentangan seperti yang terjadi di pemilu yang lalu tidak termanifestasikan,” ujar pemerhati isu-isu strategis dan global Prof Dubes Imron Cotan.
Imron juga mengatakan, nama-nama calon presiden yang populer belakangan ini merupakan putra-putra terbaik Indonesia. Sejauh ini terdapat tiga "leading candidates" dalam kontestasi untuk menjadi Presiden RI selanjutnya, yaitu: Ganjar Pranowo (PDIP, PPP, PSI); Prabowo Subianto (Gerindra); dan Anies Baswedan (Nasdem, PD, PKS).
“Ketiga calon presiden tersebut memiliki peluang untuk terpilih,” ujarnya.
Yang terpenting, menurut dia, masyarakat harus jeli melihat siapa kandidat yang memiliki kemampuan untuk memupuk rasa nasionalisme bangsa dan menghimpun segenap elemen dan kekuatan bangsa menuju Indonesia Emas 2024, seperti yang digagas Presiden Jokowi.
“Sehingga ia kelak mampu membawa Indonesia keluar sebagai pemenang dari masa sulit saat ini menuju masa depan” ujar mantan Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok dan Australia ini.
Sementara itu, Guru Besar llmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof Aidul Fitriaciada Azhari mengatakan, presiden Indonesia terpilih nantinya diharapkan mempunyai dua kapasitas unggul, yakni mampu merawat persatuan dan kesatuan serta membangun negara.
“Kedua itulah yang akan terus menopang negara. Sebab sehebat apapun pemimpinnya, jika tidak didukung lapisan bawah yang kuat, maka akan sulit mencapai tujuan bernegara yang ditetapkan konstitusi kita,” ujar Aidul.
Aidul juga mengatakan bahwa sifat dari pilpres adalah untuk memilih capres (election), bukan menyeleksi (selection).
“Capres itu sifatnya adalah dipilih dan bukan diseleksi. Jika diseleksi maka melalui uji kriteria, siapa orang yang cocok karakternya untuk memimpin sesuatu. Sedangkan pemilihan berarti dipilih, ada syarat keterpilihan yakni penerimaan dari publik,” tambah Aidul.
Sementara itu, Politikus reformasi Fahri Hamzah menyebut, sistem pemilu seharusnya memberikan forum seluasnya kepada para partai politik guna menyampaikan perbedaan dan persamaan, sehingga dapat menjadi pondasi koalisi atau oposisi kelak.
Menurut Fahri, tetap diperlukan daya pikiran kritis terhadap mekanisme serta aturan main tahapan pemilu, agar dapat menghasilkan capres yang ideal.
Yang tak kalah menariknya, Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas berpandangan, situasi politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 relatif lebih kompleks.
"Tampak negosiasi politik cenderung berjalan kencang dan pengelompokan juga masih berpotensi berubah. Bahkan belakangan ini justru muncul pengelompokan politik yang baru,” kata Sirojudin.
Menurut Sirojudin, bahwa ‘cairnya’ koalisi karena dipengaruhi perhatian partai politik terhadap geo-politik dan geo-ekonomi, sehingga terkesan berhati-hati agar sejalan dengan peta pertarungan.
Berkaca pada hasil survei-survei "leading candidates" masih dipegang Ganjar Pranowo, yang kadang kala disusul oleh Prabowo Subianto dengan hasil masih berada dalam rentang margin of error.
"Sementara capres Anis Baswedan "trailing" di belakang dengan marjin sekitar 10 persen," pungkas Sirojudin.
Hal menariknya lainnya disampaikan Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto dalam materinya memaparkan, masyarakat hanya berharap siapa pun yang terpilih dari tiga capres populer kini adalah putra terbaik bangsa yang berpotensi memberikan kontribusi besar untuk kemajuan Indonesia.