Hati-hati! Internet Bisa Hancurkan Kesehatan Mental Remaja

Ilustrasi internet
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Jabar – Pada hari Senin lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau CDC merilis Badan Survei Perilaku Risiko Pemuda, yang dilakukan setiap dua tahun, dan itu melukiskan gambaran suram bagi kaum muda yang ada di dunia.

Ruben Onsu Pingsan Saat Bawa Acara, Langsung Dilarikan ke Rumah Sakit

Di antara statistik yang lebih mengkhawatirkan: Sebagian besar remaja putri (57%) merasa sedih atau putus asa terus-menerus pada tahun 2021, dua kali lipat dari remaja laki-laki (29%). Hampir satu dari tiga gadis remaja dengan serius mempertimbangkan untuk mencoba bunuh diri. Angka itu terus menanjak setiap tahunnya.

Kegelisahan dan sikap apatis remaja bukanlah perkembangan sosial yang baru. Setiap generasi memiliki versi mereka sendiri tentang pemberontakan hormonal, ungkap CDC melansir New York Post. 

Ini Dampak Terlalu Sering Mengonsumsi Mie Ayam Bagi Kesehatan

Salah satu faktor remaja hari ini muncul dari penguncian atau lockdown Covid-19 yang menjungkirbalikkan dan mengisolasi hidup para remaja. Mereka lebih "berobat" dari sebelumnya, dan mereka menjalani sebagian besar hidup mereka secara online.

Apalagi adanya internet dan sosial media, yang sulit untuk dilepaskan dari kehidupan sehari-hari para remaja.

Gejala Asam Urat Lebih Dikaitkan dengan Gaya Hidup dan Pola Makan

Studi demi studi telah membuktikan hal ini, termasuk temuan tahun 2020 bahwa Instagram mendatangkan malapetaka pada kondisi mental anak perempuan.

Studi mengungkapkan di media sosial sangat mudah menemukan konten-konten berisikan depresi, kesehatan mental, bullying dan lainnya, di berbagai sudut internet. Ada subreddits, TikToks, dan video YouTube yang melayani semuanya, menciptakan lingkaran umpan balik yang hampir tidak bisa dihindari.

Situs dan platform ini juga berfungsi untuk menggantikan orang tua sebagai penjaga gerbang atau gatekeeper. Alih-alih menghubungi orang dewasa untuk meminta bantuan, remaja kini dapat menemukan serangkaian "terapis" yang diurapi sendiri di dalam ponsel mereka (seperti Google). 

Banyak dari mereka adalah monster yang menjual ide-ide pinggiran kepada remaja yang mudah dibentuk.  Apalagi kini semakin banyak yang meromantisasi penyakit mental, termasuk sekumpulan gadis di TikTok yang menunjukkan gejala sindrom Tourette.

Statistik ini harus berfungsi sebagai peringatan bagi orang dewasa untuk mengambil peran lebih tegas dalam memoderasi penggunaan internet. 

Maka dari itu, studi ini ungkap bahwa pentingnya pemantauan orang tua di aktivitas sosial media anak-anak mereka.