Vania Febriyantie, Bertani di Tengah Kota dan Menginspirasi Pemuda

Vania Febriyantie, pencetus Seni Tani
Sumber :
  • IG Vania Febriyantie

VIVA Jabar – Ketahanan pangan rakyat Indonesia tidak bisa dipungkiri bergantung sepenuhnya pada sektor pertanian. Bahkan, minimnya hasil produksi pertanian yang tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan masyarakat Tanah Air, mengharuskan pemerintah mengambil langkah impor hasil pertanian dari luar negeri, seperti beras, gandum, jagung, dan lain-lain.

Inovator Muda: Vania Febriyantie dan Seni Tani, Mengubah Lahan Kosong Jadi Berkah

Ketergantungan terhadap sektor pertanian ini, membuat kegiatan cocok tanam tersebut menempati posisi penting bahkan bernilai ekonomi tinggi di masa depan. Namun, di tengah kesadaran terhadap pertanian yang prospek itu sebagian besar pemuda Indonesia justru lebih memilih pekerjaan di bidang industri dan start-up atau menjadi PNS dengan penghasilan yang lebih pasti secara matematis dibanding bertani.

Bahkan, kondisi tersebut terjadi di kalangan pemuda desa dengan latarbelakang keluarga petani. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sebagian besar petani sekarang didominasi petani senior dengan rentang usia 40 hingga 60 tahun. Ini dapat membuat Indonesia ke depan akan krisis petani dan dapat mengancam ketahanan pangan rakyat.

Vania Febriyantie, Sang Inisiator Petani Milenial di Tengah Kota

Akan tetapi, muncul sosok pemuda kelahiran Lhokseumawe yang memiliki paradigma berbeda. Ia adalah Vania Febriyantie, seorang sarjana Biologi yang mengenyam pendidikannya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Perempuan yang lahir pada tahun 1993 itu justru membuat kegiatan bertani menjadi menarik. Vania yang sekarang berdomisili di Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Bandung Utara itu mengangkat tren urban farming yang merupakan konsep bercocok tanam di lingkungan rumah perkotaan.

Vania Febriyantie, Mojang Bandung Sang Inisiator Seni Tani

Urban farming di Seni Tani milik Vania Febriyantie

Photo :
  • Berbagai Sumber

Semuanya bermula pada saat pandemi Covid-19 melanda dimana pasokan pangan ke daerah Bandung tersendat. Vania Febriyantie pun mulai memutar otak. Ia melihat potensi di lahan-lahan milik pemerintah kota yang tidak tergarap. Akhirnya, dengan dibantu beberapa orang temannya, Vania mendirikan komunitas Seni Tani dengan mengusung konsep urban farming, yakni bertani di tengah kota.

Dengan menghidupkan lahan-lahan tidur tersebut, Seni Tani memiliki dua area kebun yang digarap, yaitu area kebun komunal dan produksi. Area kebun komunal terbuka untuk warga dan sukarelawan yang dibuka pada Minggu pagi dengan kegiatan berkebun bersama, membuat pupuk, membuat eco enzyme, dan pupuk olahan lain yang mendukung kegiatan pertanian.

Sementara untuk area kebun produksi, Seni Tani menjadikannya sebagai lahan bercocok tanam. Di sinilah sayur-mayur ditanam untuk didistribusikan dengan sistem community-supported agriculture (CSA), sebuah cara yang mengharuskan anggota Seni Tani membayar biaya berlangganan pada awal musim tanam.

Sistem yang diterapkan Seni Tani itu terbukti mampu mengatasi masalah biaya penggarapan sehingga produksi dapat meningkat dan dapat mencukupi kebutuhan.

Di sisi lain, keberhasilan Seni Tani yang dirintis oleh Vania Febriyantie bukan hanya dari segi biaya produksi, tapi dari sisi dukungan dari berbagai pihak. Mulai dari masyarakat yang banyak terlibat langsung dalam kegiatan bercocok tanam, hingga para stakeholder yang memfasilitasi kegiatan urban farming tersebut.

Kelurahan Sukamiskin memberikan izin untuk penggunaan lahan tidur, sementara Badan Ketahanan Pangan Kota Bandung memberikan bibit, dan Kemenpora memberikan dana bantuan untuk membangun infrastruktur kebun.

Dengan begitu, kebun jadi layak dikunjungi  para warga dan bisa menjadi tempat pembelajaran tentang pertanian.

Seni Tani saat ini mengharap lahan dengan luas mencapai 1.000 m2. Lahan sederhana tersebut menghasilkan berbagai macam sayuran dengan estimasi bobot hingga 250 kg yang bisa didistribusikan hingga ke 50 kepala keluarga setiap bulan.

Tak hanya bertani, Vania Febriyantie dengan Seni Tani nya juga memotivasi serta mengedukasi pemuda agar mau menyingsingkan lengan bajunya dan terjun ke lahan-lahan pertanian guna mencukupi kebutuhan pangan di lingkungannya.

Terbukti berhasil, Seni Tani bisa mendekatkan akses pangan lokal serta menginspirasi pemuda kota agar tidak merasa gengsi untuk bertani.

Berkat ide brilian, semangat berjuang serta didorong oleh rasa peduli pada lingkungan, Vania Febriyantie mendapatkan penghargaan dari Astra Satu Indonesia Awards pada tahun 2021 dengan kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Covid-19.