Kecam Perusakan Ekosistem Air Payau, Dinas Kelautan dan Perikanan Subang Larang Penggunaan Potas
Jabar, VIVA - Potensi tambak di wilayah pesisir Pantura sangat tinggi. Kebanyakan para pembudi daya memanfaatkan lahan tambak dan aliran sungai bakau untuk budi daya ikan, udang dan sejenisnya.
Namun, ekosistem budi daya air payau akan rusak, apabila pembudi daya dan masyarakat melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan. Seperti contohnya menangkap ikan dengan obat potasium sianida (racun ikan) dan merusak bakau untuk mencari ikan.
"Jangan sampai para pembudidaya atau masyarakat merusak lingkungan," ujar Kabid Air Payau Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Udin Saepudin kepada Viva Jabar, Senin (2/8).
Potensi produktivitas ikan, udang, air payau cukup tinggi di Kabupaten Subang. Dengan jumlah Pembudi daya mencapai 400 orang.Udin menyatakan telah melakukan sosialisasi dan edukasi tentang tata cara menangkap dan memanen tanpa merusak ekosistem.
"Rutin kami lakukan, hal ini untuk mencegah kerusakan ekosistem air payau," tutur mantan Kepala UPTD Perikanan Payau Blanakan itu.
Udin menyatakan, konsep budi daya air payau yang ramah lingkungan akan maju seiring dengan manajemen, dan tata cara budidaya yang baik.
"Kami kecam penggunaan Potas ya, jangan gunakan obat itu. Termasuk jangan merusak bakau, karena banyak ikan, kepiting dan lainnya yang hidup disana," tegas Udin.
Seperti diketahui, penggunaan obat kimia atau bahan peledak dapat merusak kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan sekitarnya sehingga yang melanggar bisa dipidana.
Hal itu pun termaktub dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 2009 tentang perikanan