Jusuf Hamka: Ini Utang Negara, Siapapun Presidennya Harus Bertanggung Jawab

Jusuf Hamka
Sumber :
  • VIVA/Ilham

VIVA Jabar – Pengusaha jalan tol Jusuf Hamka menegaskan akan terus menagih utang pemerintah kepadanya meskipun presiden telah berganti nanti. Sebab utang sebesar Rp 800 miliar itu merupakan utang negara dan bukan presiden.

Mengintip Senyum Ceria Pelajar SD Saat Mendapatkan Makan Siang Bergizi Gratis dari TNI/Polri

"Ini temen-temen harus inget: ini utang negara, bukan presiden. Siapapun presidennya, negara harus bertanggung jawab," kata Jusuf Hamka kepada wartawan di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Selasa, 13 Juni 2023.

"Misalnya ada satu orang PT, dirutnya saya, udah ganti, dirut yang baru harus wajib bayar. Jangan nanti berpikir, oh, dulu presidennya lain," ujarnya, berargumentasi.

Pendaftaran PPPK Tahun 2024 Telah Resmi Dibuka

Jusuf menegaskan bahwa utang sebesar Rp 800 miliar itu sudah selama 25 tahun. Dia berharap agar utang tersebut cepat diselesaikan. Namun, Jusuf menyebut jika tidak selesai kisruhnya utang tersebut, dia tetap mengaku mencintai Indonesia.

"Kalau nanti ternyata lama juga, ya, sudahlah apa boleh buat. Kita kan enggak berani lawan negara, mana berani kita. Udah enggak ada, upaya hukum lanjutan kan sudah selesai. Saya paling ngadu ke Tuhan. Masa sih saya harus ngadu ke Mahkamah Internasional? Ini negeri tercinta. Kita harus jaga bersama," kata dia.

Panduan Lengkap Tata Cara Daftar PPPK Kemenag 2024 dan Juga Cara Cek Formasi di ASN dan Juga PDM

Jusuf kembali menegaskan bahwa dia ingin jika utangnya sebesar Rp 800 miliar itu dibayar penuh, berikut dengan bunganya, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Dia mengingatkan pula, jika rakyat telat membayar pajak maka didenda 2 persen, dan bahkan ada yang dihukum pidana.

Jusuf Hamka sebelumnya menagih utang kepada Pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Pemerintah disebut mempunyai utang kepada perusahaannya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), yang belum dibayarkan sejak tahun 1998.

Jusuf menceritakan, awalnya dia memiliki deposito yang tersimpan di Bank Yakin Makmur (YAMA). Pada 1998, perbankan mengalami kesulitan likuiditas hingga mengalami kebangkrutan sehingga saat itu hadir Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang memberikan dukungan kepada perbankan.

"Jadi, saya kan punya deposito waktu itu ada bank di likuidasi semua, dan semua deposito dijamin Pemerintah. Terus seolah-olah deposito kami enggak dibayarkan, Citra Marga (CMNP), karena pemegang sahamnya ada berafiliasi dengan Bank YAMA," kata Jusuf dikutip dari VIVA Bisnis, Rabu, 7 Juni 2023.

Jusuf mengatakan, pada 2012 dirinya pun menggugat Pemerintah ke pengadilan. Hasilnya, CMNP menang dan Pemerintah harus membayar utang kepada perusahaannya.

"Terus kami gugat ke pengadilan dan ternyata kami kan perusahaan publik, enggak ada afiliasi. Dimenangkan oleh pengadilan sampai inkrah sampai Mahkamah Agung," jelasnya.

Dia menuturkan, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa Pemerintah membayarkan utang kepada CMNP sebesar Rp 400 miliar. "Sudah dimenangkan Mahkamah Agung sudah sampai Rp 400 miliar tuh jadi harus dibayarkan kewajiban bunga tiap bulan," ujarnya.

Atas hal itu, kata Jusuf, dia dipanggil oleh Kementerian Keuangan bagian Biro Hukum yang dikepalai oleh Indra Surya. Saat itu, kata Jusuf, Pemerintah meminta diskon atas utang tersebut.

"Kami dipanggil sama departemen keuangan, di panggil sama Kepala Biro Hukumnya Pak Indra Surya. Yaudah Pemerintah akan bayar dalam dua minggu tapi minta diskon, dari Rp 400 miliar, akhirnya jatuh Rp 170 miliar tahun 2015 atau 2016," jelasnya.

Saat itu, kata Jusuf, Kemenkeu dan dia sudah menandatangani berita acara atas pembayaran utang yang disepakati Rp 170 miliar. Namun, hingga delapan tahun lamanya atau hingga 2023 utang itu tak kunjung dibayarkan. “Diem-diem aja, di PHP-in doang. Kalau dihitung sekarang tanpa ada diskon Rp 800 miliar," ujarnya.

Jusuf mengaku juga sudah beberapa kali mengirimkan surat ke Kemenkeu dan selalu diabaikan. Bahkan, dia juga sudah menemui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Surat kami diabaikan, sampai kami mendadak doorstop sama Bu Menteri, Bu Menteri bilang, ya, nanti ke Dirjen DJKN. Di Dirjen DJKN enggak dihiraukan, alasannya lagi diverifikasi inilah ono, udah cape-lah," ujarnya.

"Makanya jangan nguber-nguber obligor-obligor tapi kewajiban sendiri bayar dong, gitu ibaratnya. Pusing kita," tambahnya.