Polemik Kampanye di Lembaga Pendidikan

Ilustrasi Pendidikan
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

Oleh karena itu, kampanye di lembaga pendidikan harus dibatasi dengan beberapa hal, Pertama, Lembaga Pendidikan. Harus dibatasi, lembaga yang diperbolehkan menjadi tempat Kampanye hanya di pendidikan tinggi dan lembaga pendidikan menengah atas. Tidak pada lembaga pendidikan menengah pertama dan lembaga pendidikan tingkat dasar.

Digital Habbit (Kebiasaan Teknologi Digital) adalah milik generasi Z dan Generasi millennial dan merekalah pelajar dan mahasiswa. Sehingga dengan memahami politik dan demokrasi secara utuh, harapanya generasi tersebut bisa terstimulan untuk menyampaikan informasi yang benar dan sehat terkait berbagai hal tentang politik dan demokrasi yang berkembang. Sehingga informasi hoax harapannya bisa terminimalisir di tengah masyarakat.

Kedua, Peserta Kampanye. Bisa kita bayangkan jika peraturan memperbolehkan siapapun bsa berkampanye di kampus, baik capres, caleg, calon DPD maupun partai poitik. Begitupun bisa kita bayangkan jika lembaga pendidikan boleh mengundang siapa saja untuk berkampanye di kampus. Makanya harus dibatasi, bahwa yang boleh berkampanye di kampus hanya pasangan calon presiden dan wakil presiden dan kelembagaan partai politik.

Itupun lembaga pendidikan yang mengundang, harus mengundang semua pasangan calon presiden dan wakil presiden serta mengundang seluruh partai politik peserta pemilu. andaipun setelah diundang yang hadir hanya salah satu atau sebagian pasangan calon prsiden dan wakil presiden atau hanya beberapa partai politik peserta pemilu, yang penting penyelenggara sudah mengundang seluruh calon presiden dan wakil presiden dan sudah mengundang seluruh partai politik.

Ketiga, Lembaga Pengundang. Ketiga, Lembaga Pengundang. Begitupun dengan pengundang, harus juga dibatasi dengan lembaga formal yang ada di sekolah dan di perguruan tinggi. Tidak boleh lembaga yang tidak terstruktur dengan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi tersebut. Hal ini penting agar pengundang tidak “liar” atas nama siapapun.

Telebih di perguruan tinggi banyak sekali lembaga-lembaga yang formal terstruktur di perguruan tinggi maupun yang tidak terstruktur di perguruan tinggi. Misalnya kalau di perguruan tinggai lembaga formal yang terstruktur ada rektorat, dekanat, program studi, Badan Eksekutif Mahasiswa dan lain-lain.

Keempat, Bentuk Kegiatan. Begitupun dengan bentuk kegiata kampanye di lembaga pendidikan juga harus dibatasi. Tidak bisa kampanyenya dengan model-model yang jauh dari spirit edukasi politik dan demokrasi.