Ahli Digital Forensik Sebut Rekaman Video CCTV Kasus Jessica Sudah Direkayasa
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Video rekaman Closed Circuit Television (CCTV) dalam kasus 'Kopi Sianida' dan dijadikan pijakan Majelis Hakim dalam mendakwa terpidana Jessica Kumala Wongso pada 6 Januari 2016 silam, diperdebatkan sejumlah ahli.
Sebelumnya, rekaman Video CCTV tersebut dipamerkan oleh ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin. Ia berkeyakinan Jessica adalah pelaku yang menaruh bubuk sianida ke dalam minuman Mirna. Ia yakin ada gerakan tangan Jessica dalam tangkapan video rekaman CCTV tersebut.
Akan tetapi, video rekaman CCTV tersebut dipersoalkan oleh sejumlah ahli digital. Salah satunya disampaikan Ahli Digital Forensik, Abimanyu Wachjoewidajat.
Fakta mencengangkan diungkap Abimanyu kala menjadi narasumber di podcast bersama dr. Richard Lee.
Abimanyu mengatakan, keputusan Hakim itu adalah berdasarkan bukti-bukti yang masuk, termasuk CCTV bukan yang diselidiki oleh si Hakim itu sendiri.
Menurut Abimanyu, Hakim mendapatkan CCTV yang sudah diselidiki oleh Digital Forensik, dimana Digital Forensik memeriksa dari hasil yang diambil oleh penyelidik (Penyidik). Dan penyelidik (penyidik) mengambil bukti CCTV dari lapangan.
Penyelidik (Penyidik) bisa mengambil barang itu sendiri dan disita. Kemudian baru diajukan kepada Digital Forensik.
Abimanyu menyebutkan, rangkaian proses yang panjang membuka peluang rekaman video CCTV dimodivikasi atau sudah tidak original. Sehingga, kata Abimanyu, kemungkinan ada potongan proses yang bisa disalahgunakan atau menyalahi aturan.
"Rangkaian rantai ini panjang. Semakin panjang, semakin rentan ada some kind of cut of proses. Yang dimana bagian proses tersebut bisa salah dalam menganalisa, bisa disalahgunakan, atau bisa nyalahin aturan,” ujar Abimanyu dalam tayangan YouTube dr. Richard Lee.
dr Richard pun kaget ketika Abimanyu mengatakan jika ada sesuatu di balik proses itu. Sebab, pihak-pihak tersebut sudah ahli di bidang masing-masing.
Harusnya, pihak-pihak tersebut bisa menjalani proses sesuai dengan aturan hukum karena sudah di sumpah dalam persidangan.
Namun ternyata, di tengah proses tersebut terjadi perubahan. Misalnya, soal rekaman CCTV yang seharusnya di copy di harddisk, tiba-tiba bukti CCTV diserahkan dalam bentuk flashdisk. Kata Abimanyu, itu sudah menyalahi aturan.
“Tahun 2016 belum ada flashdisk kapasitasnya 1T. Kalau flashdisknya bisa dapat satu dan kemudian bisa meng-cover keseluruhannya ini kan flashdisk aneh. Saat tidak ada flashdisk seukuran seperti itu, berarti kan sudah dipotong. Saat dia sudah memotong ini sudah melakukan tindakan yang tidak benar dalam melakukan pengambilan data,” jelasnya.
Abimanyu menegaskan, pada tahun 2016 belum ada flasdisk berukuran besar. Sehingga, hal ini menimbulkan asumsi atau memang video rekaman cctv sudah terpotong-potong.
Dan itu, kata Abimanyu, memang benar adanya. Pihaknya tiba-tiba mendapatkan sebuah flashdisk. Padahal tidak ada di berita acara.
“Emang tahu-tahu udah dapat flashdisk, enggak ada berita acara,” ungkapnya.
"Sudah dipotong berarti. Jadi digital forensik menganalisa sesuatu hal yang sudah dipotong?” tanya dokter Richard.
“Iya,” jawab Abimanyu.