Aktivis Anti Korupsi dan Pakar Hukum Kompak Ultimatum Kasus Mardani Maming

Mardani Maming
Sumber :
  • Istimewa

 

Jabar, VIVA - Keputusan Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) untuk kasus korupsi yang menjerat Mardani Maming dinilai tak memuaskan para aktivis anti korupsi dan para Pakar Hukum

Jurnalis Senior Bambang Harymurti, menilai eksaminasi hukum Akademisi Hukum dari Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Diponegoro berkesimpulan bahwa Mardani Maming bukan seorang koruptor.

Bahkan, penilaian dari Bambang Widjojanto, Denny Indrayana dan Prof Todung Mulya Lubis menegaskan pada kasus tersebut terdapat kesesatan hukum menjerat Mardani H Maming. 

“Dengan dukungan semua orang tersebut, yang berdasarkan kajian dari bidangnya masing-masing, masih dianggap bersalah, ya tidak masuk akal,” ujar Bambang dalam keterangannya, Rabu6 November 2024.

Mardani Maming

Photo :
  • Istimewa

Guru Besar UII Prof Hanafi Armani menambahkan, terdapat kekeliruan putusan hakim berdasarkan eksaminasi Pakar Hukum Administrasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana.

Hal ini dilakukan dinilai sebagai bentuk sikap merosotnya kualitas peradilan di Indonesia yang abai dalam penerapan pasal dan keakuratan alat bukti dan fakta.

Prof Hanafi menilai, objek Pasal 93 UU Nomor 4 tahun 2009 tentang yang digunakan hakim, salah sasaran. Seharusnya, pasal subjek hukumnya adalah orang atau korporasi yang mengalihkan IUP pada orang lain tanpa memberi tahu pemerintah daerah. 

“Sedangkan Mardani Maming, adalah pejabat yang memberi izin. Bahkal izinnya sudah sesuai prosedur kajian dari instansi berwenang,” katanya.

H Mardani Maming

Photo :
  • Istimewa

Para pakar hukum administrai juga menilai penerapan pasal itu tidak tepat karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan Mardani H Maming. Sedangkan dari segi pakar hukum perdata, aliran uang yang masuk dalam Perusahaan Mardani H Maming menggunakan konsep bisnis to bisnis, murni keperdataan. 

Sehingga saat hakim mengaitkannya dengan bentuk ucapan terima kasih tidak ada alat bukti yang cukup.

Sedangkan dari ahli hukum pidana menilai, penggunaan pasal 12 b, tidak ada kesepakatan antara pihak pemberi dan penerima suap, karena tidak bisa dibuktikan. 

Jika, hakim mengaitkan hukum administrasi dengan pidana menggunakan pasal 93 tentang minerba, menurut Hanafi itu adalah kekeliruan, karena pasal tersebut bukan pasal pidana.

“Jadi kalau Pasal 93 sanksinya hanya administrasi, maksimal pencabutan izin usaha. Bukan pidana. Meski ada unsur pidana dalam uu tersebut,” katanya. ****