Respon MUI Soal Marawis dan Shalawat Nabi Iringi Peresmian Gereja
- viva.co.id
VIVA Jabar – Peresmian Gereja Katolik di Lawang Kidul, Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan tak hanya mendapat sorotan dari kalangan biasa. Majlis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan (Sumsel) pun akhirnya angkat bicara.
Dalam pandangan MUI Sumsel, tidak semestinya lantunan shalawat dan musik Marawis mengiringi peresmian sebuah Gereja. Sekretaris MUI Sumsel, KH. Ayik Farid Alaydrus mengatakan setiap marawis pasti menyebut nama Allah SWT.
"Seharusnya itu tidak harus terjadi karena setiap Marawis pasti menyebut nama Allah SWT," ujar Sekretaris MUI Sumsel, KH Ayik Farid Alaydrus kepada awak media, Rabu, 26 Juli 2023.
KH. Farid juga menambahkan bahwa shalawat nabi dan marawis identik dengan agama Islam, sehingga tidak layak jika dilantunkan pada peresmian Gereja umat Nasrani. Sekretaris MUI Sumsel itu menyesali apa yang sudah terjadi.
“Jadi diharapkan jika itu adalah hal yang khilaf. Ke depannya jangan terjadi lagi. Yang sudah terjadi jadikan suatu pelajaran dan jangan diulang lagi di waktu yang akan datang," kata dia.
Dia lantas menjabarkan alasannya sangat melarang kegiatan seperti ini dilakukan. menurutnya, toleransi antar umat beragama harus memiliki batasan. Selama itu mengandung nilai syariah serta di dalamnya terdapat pemujaan kepada Allah dan Rasulnya maka tidak bisa dijadikan alasan toleransi.
"Kalau dia mengandung tiga nilai tersebut, menurut pendapat kami tidak boleh (jadi media toleransi),” tegasnya.
Sebagai informasi, peresmian Gereja Katolik di Lawang Kidul, Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) diiringi dengan shalawat lengkap dengan tabuhan marawis yang dibawakan oleh beberapa santri Nahdlatul Ulama (NU).
Berdasarkan video yang diunggah tim media viva.co.id pada Rabu, 26 Juli 2023, terlihat beberapa santri putra dan santri putri tampil secara bersamaan di atas panggung menabuh rebana di acara peresmian Gereja Katolik yang diketahui telah berdiri sejak 1928 itu setelah rampung direhab.
Banyak pihak merasa miris dan menyayangkan musik marawis dengan lantunan shalawat mengiringi peresmian gereja. Sementara itu, diduga santriwan santriwati yang tampil pada acara tersebut berasalan dari salah satu Pondok Pesantren NU yang ada di daerah setempat.