Viral, Bubur Tanpa Ayam Legendaris Ada di Kota Subang

Bubur Tikungan Legendaris Subang
Sumber :
  • Tim VIVA Jabar

VIVAJabarBubur tanpa ayam memang terdengar aneh di telinga, karena biasanya bubur ayam wajib menggunakan ayam suwir untuk topingnya.

Makan Bergizi Gratis, Pelajar Subang : Hemat Uang Saku

Namun itu tidak berlaku untuk bubur aja yang berlokasi di tikungan Blok Jagal, Pujasera Subang, bubur legendaris dari generasi ke generasi tersebut hanya menggunakan bawang daun,kacang, dan kerupuk untuk topingnya.

Bubur Tikungan Legendaris Subang

Photo :
  • Tim VIVA Jabar
Bak Film Titanic Empat Nelayan Terombang-ambing di Lautan, DKP Subang: Gunakan Navigasi

Belum lagi tampilan gerobaknya, bubur yang memiliki market pejabat, artis, hingga masyarakat dalam dan luar daerah tersebut menggunakan gerobak panggul yang di permanenkan di lokasi area pasar pujasera 

"Katanya sih legend, makanya nyobain makan disini," ujar warga Gang Rasidi, Subang Nella saat ditemui Viva Jabar, Minggu 8 Desember 2024.

Tutup Tahun 2024, Forsimas Subang Gelar Kolaborasi Seni, Budaya dan Agama

Mahasiswi STKIP Subang itu mengaku tertarik dengan konsep bubur tanpa ayam, terlebih peminat nya sangat banyak.

Perpaduan bubur polos dengan bumbu racikan, serta toping makin menggugah selera makan, ditambah suasana pagi hari di area pasar Pujasera.

"Dapet porsi terakhir, unik juga bubur tanpa ayam peminat nya lumayan banyak," katanya seraya tersenyum.

Salah satu pejabat di SKPD Subang Udin Z mengatakan kebiasaan untuk menikmati semangkuk bubur tanpa ayam sudah menjadi kesehariannya.

Dibandrol Rp10 ribu per- porsi, bubur tanpa ayam tersebut mampu memikat pembeli yang hanya mengetahuinya dari mulut ke mulut.

"Kalo di Jaksel ada Gultik (Gulai Tikungan) nah kalo disini ada Burtik (Bubur tikungan) yang melegenda," katanya.

Penjual Bubur, Ayum (60) mengatakan konsep bubur tanpa ayam sengaja disuguhkan agar menjadi pembeda dengan bubur ayam lainnya.

Warga Sompi - Subang itu mengaku, pelanggannya berasal dari dalam dan luar daerah Subang,mulai dari Pagaden, Kalijati, Purwakarta hingga Jakarta.

"Saya generasi kedua ya, awalnya orang tua saya yang berjualan, Alhamdulillah laris manis," ujarnya.

Meneruskan usaha sejak tahun 2000 an, Ayum mengatakan bubur dengan konsep sederhana memikat para penikmat bubur ayam, memang awalnya banyak pembeli yang heran karena bubur yang dijual tanpa suwiran ayam, namun mereka malah ketagihan.

Menghabiskan beras 5-6 liter perhari, Ayum mengatakan tidak ingin pindah lokasi dalam menjalankan usahanya.

"Meneruskan usaha orang tua, tentunya ada permintaan kan, itu salah satu alasan masih berjualan disini," katanya.