Ketika Warga Ngeluh Bansos Tak Tepat Sasaran, RT Jadi Kambing Hitam

Dedi Mulyadi dalam Kegiatan Safari Cinta
Sumber :
  • Istimewa

VIVAJabar – Distribusi bantuan dari Pemerintah bagi warga miskin kerap dianggap tak tepat sasaran. Bahkan dalam sejumlah kasus banyak orang kaya yang mendapatkan berbagai jenis bantuan sosial dari pemerintah.

Usai MK Putuskan Presidential Treshold, PAN Nilai Prabowo Masih yang Terbaik di Pemilu 2029

Kang Dedi Mulyadi (KDM) pun mengkritisi kebijakan penerima bantuan sosial agar penerimanya tepat sasaran. Dimulai dari sistem pendataan yang harus dibenahi sehingga Ketua RT-RW tak lagi jadi ‘kambing hitam’ saat bantuan tak adil.

“Kades tidak bisa apa-apa, BPD tidak bisa apa-apa, RT RW yang jadi tuduhan. Kasihan gaji RT RW sudah kecil masih dituduh gara-gara saudaranya ada yang dapat bantuan,” ujar KDM.

Soal MK Hapus Presidential Treshold 20 Persen, PAN Umumkan Bakal Setia ke Prabowo

Hal tersebut diungkapkan Kang Dedi saat menggelar Safari Cinta untuk Prabowo Subianto Pemimpin Istimewa di Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jumat 13 Oktober 2023 malam.

Menurut KDM, data penerima bantuan bukan berasal dari RT RW melainkan survei BPS yang dilakukan berkala dalam rentang tahun tertentu. Sementara di lapangan jumlah warga yang berhak mendapat bantuan bisa berubah setiap saat.

Dedi Mulyadi Gunakan Cara Bijak Atasi Penyerobotan Lahan Petani di Subang

“Jadi data yang dipakai sekarang bisa jadi itu survei empat tahun ke belakang. Sehingga yang harus dibenahi itu sistem pendataannya,” ucapnya.

Sehingga, kata KDM, pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten memberikan bantuan berdasarkan data yang ada. Alhasil di lapangan banyak warga yang mendapat lebih dari satu jenis bantuan sosial.

Banyak kasus warga miskin, jompo dan anak yatim piatu yang seharusnya menerima bantuan justru tak menerima haknya. Di sisi lain banyak juga orang kaya yang justru mendapatkan bantuan sosial tersebut.

Dedi Mulyadi dalam Kegiatan Safari Cinta

Photo :
  • Istimewa

KDM menyarankan, seharusnya BPS turun ke warga didampingi oleh RT dan RW. Kemudian dibuatkan musyawarah di desa untuk menentukan penerima bantuan. Setelah itu diumumkan melalui media tertentu siapa saja yang berhak menerima bantuan.

“Kalau setelah diumumkan ada yang keberatan maka dipersilakan untuk mengajukan usulan,” ujar pria yang identik dengan iket putih itu.

Salah satu contoh kasus yang baru ditangani KDM adalah Nesih yang mengidap penyakit kulit selama 19 tahun di Indramayu. Ibu yang bekerja sebagai buruh tani itu tak berobat karena BPJS dari pemerintah sudah dicabut.

Beruntung, saat itu KDM bertemu dengan Nesih sehingga bisa langsung ditangani dan dibawa berobat ke dokter kulit di RSPAD Jakarta.

“Peristiwa seperti itu tidak akan ketahuan kalau pemimpinnya tidak mau turun ke warga. Kalau pemimpin hanya tiktok-an, hanya ngomong di twitter, kalau pemimpin hanya ngomong di Instagram, kalau pemimpinnya hanya berkeliling saja ke luar negeri kapan bisa bertemu dengan ibu yang sakit bertahun-tahun,” ucapnya.

“Kalau gak mau capek jangan jadi pemimpin, pemimpin itu pelayan karena seluruh jiwa raganya sudah diberikan untuk rakyat. Maka istri pertama adalah rakyatnya, istri kedua baru yang di rumah,” pungkas KDM. (*****)