Marwan Hakim, Pelopor Pendidikan di Kaki Gunung Rinjani

Marwan Hakim, Pelita Ilmu di Kaki Rinjani
Sumber :
  • viva.co.id

VIVA Jabar – Gunung Rinjani dikenal karena menawarkan eksotisme alam yang natural atau keindahan pemandangan yang masih tak terjamah pekatnya polusi dan canggihnya mesin industri. Keadaan alam yang masih perawan itu, membuat lingkungan Gunung Rinjani disukai para wisatawan dan pendaki, bahkan dari luar negeri.

Menyusuri Jejak Hijau Twelve's Organic, Pertanian Organik Berkelanjutan Ala Maya Stolastika

Namun, keindahan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan warga di kaki Rinjani yang dulunya relatif tak berpendidikan. Banyak anak-anak desa pewaris kekayaan dan keindahan alam itu yang putus sekolah. Terbatasnya fasilitas dan sulitnya akses ke lembaga pendidikan menjadi alasan para orang tua tidak menyekolahkan anak-anaknya. Terlebih, mindset masyarakat terhadap pendidikan yang masih rendah.

Tapi, pada tahun 2002 lalu, ada sosok yang menjadi pelita dan mampu menerangi alam pikiran warga di Kaki Rinjani itu. Ia adalah Marwan Hakim, pria bertubuh kurus namun memiliki semangat besar dan luar biasa untuk menyebarkan ilmu. 

Upaya Nordianto dari Tanah Seribu Sungai, Tekan Angka Pernikahan Dini Melalui GenRengers Educamp

Saat itu, usianya masih 35 tahun, tapi apa yang dilakukannya jauh melampaui usianya yang masih muda itu. Sebagai seorang tokoh yang mengurus pesantren sederhana, ia menjadi pelopor pendidikan di daerah terpencil itu dengan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa.

Dengan semangat dan keikhlasan berkorban, ia mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal di rumahnya, Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat dengan biasa sendiri.

Langkah Ai Nurhidayat, Merajut Nilai Kebhinekaan dalam Bingkai Pendidikan Inklusif

Pesantren yang ia asuh kini berbuah pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar, SMP dan SMA. Bahkan, SMP yang Marwan rintis di rumahnya menjadi SMP pertama yang ada di daerah tersebut.

Meski sebagai seorang tokoh yang disegani, Marwan selalu tampil sederhana. Bahkan ia kerap dikira sebagai tukang ojek oleh orang-orang di luar desanya. Ia pun tak segan antar jemput tiga santrinya dengan jarak 10 kilometer di Dusun Bornong, salah satu dusun tertinggi di Rinjani.

Rasa lelah memang menjadi hal yang biasa dalam keseharian Marwan. Tapi itu tidak menyurutkan semangat dan komitmennya menebar manfaat, menabur ilmu sebagai pelita masa depan anak-anak desa di lereng Gunung Rinjani.

Yang luar biasa, Marwan tidak mengharuskan wali murid untuk membayar SPP dengan uang. Mereka dapat membayar secara 'in natura' atau dengan tanaman buah seperti pisang dan lainnya.

Satu hal yang terpenting dari hasil kerja keras Marwan adalah berubahnya mindset masyarakat tentang pendidikan, yang awalnya menaruh rasa pesimis bahkan negatif terhadap pendidikan kini berubah menjadi lebih positif dan optimis.

Terbukti, para orang tua menjadi antusias menyekolahkan anak-anak mereka. Masyarakat yang dulu awam, kini berubah menjadi masyarakat berilmu dan berpengetahuan.

Berkat semangat, keikhlasan berkorban dan kerja keras yang didasari motivasi ilmu yang kuat, pada 2013 Marwan berhasil meluluskan 200 orang tamat SMP dan  50 orang tamat SMA. Bahkan kini, banyak alumni sekolah tersebut yang sudah lulus di universitas dan memiliki karir yang cemerlang. Itu semua berkat ketulusan dan semangat Marwan yang menyala bak pelita di malam yang gulita.

Alhasil, perjuangan tak kenal lelah dan pamrih itu mengantarkan Marwan Hakim meraih apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2013 dengan kategori Pendidikan.