Dedi Mulyadi: Prabowo Presiden Tak Akan Mengurusi yang Remeh Temeh, Cukup Dana Desa Diperbesar
- Istimewa
VIVA Jabar – Kang Dedi Mulyadi (KDM) akan mendorong otonomi desa sebagai jawaban pemerataan pembangunan dan penyelesaian masalah sosial di Indonesia.
Politisi yang juga Caleg DPR RI Dapil VII Jabar (Purwakarta, Karawang dan Kabupaten Bekasi) dari Partai Gerindra nomor urut satu itu memiliki mimpi Prabowo Subianto menjadi presiden maka desa di Indonesia akan mandiri secara ekonomi dan energi.
Saat ini, kata KDM, permasalahan yang ada terlalu dibuat ditangani oleh instansi yang terlalu tinggi. Ia mencontohkan anggaran di Kementerian Sosial tidak bisa menutupi kebutuhan seluruh rakyat.
“Sementara jabatan sampai Kasi itu ada di provinsi, kabupaten, kecamatan sampai di desa. Tapi anggarannya tidak ada,” ujar KDM saat ditemui usai kampanye di Cikampek, Kabupaten Karawang, Kamis (28/12/2023).
Maka ke depan, KDM berharap dana desa bisa menutupi segala problem sosial. Seperti warga yang tidak punya seragam untuk sekolah hingga urusan ongkos dan biaya menunggu pasien ke rumah sakit.
Nantinya pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota tidak perlu lagi mengurusi hal yang dianggap kecil. Semua bisa diselesaikan di Tingkat desa.
“Sehingga urusan remeh temeh tidak perlu diurusi oleh pusat tapi cukup oleh kepala desa. Dan dana desa harus meningkat karena itu tidak akan mengganggu anggaran, karena nanti alokasi anggaran kabupaten dan provinsi bisa dialihkan ke desa,” katanya.
Menurutnya yang jadi problem saat ini adalah kepercayaan pada partisipasi pengelolaan Pembangunan yang kurang pada desa. Padahal ia menilai justru paling kuat dan ideal adalah otonomi desa.
“Dalam pandangan saya yang paling kuat dan ideal adalah otonomi desa karena mengurus rakyat langsung. Otonomi kabupaten tidak langsung, bupati tidak berhubungan langsung dengan tetangga desa, tetapi kepala desa berhubungan langsung,” ucapnya.
Problem lainnya, lanjut KDM, adalah desa selalu menjadi objek politisasi. Misalnya kasus Kades yang korupsi selalu dibesar-besarkan. Padahal dari puluhan ribu desa di Indonesia kasusnya kecil hanya hitungan jari.
Padahal dari segi pengawasan dana desa sangat mudah karena anggarannya terbuka dan kecil. Berbeda dengan anggaran di kabupaten, provinsi apalagi Kementerian yang sulit diakses dan nominalnya besar.
“Sehingga anggaran harus didistribusikan pada wilayah yang lebih kecil agar mudah dibaca dan mudah dikontrolnya. Bayangkan anggaran disebar di seluruh Indonesia, setiap desa dikontrol oleh masyarakat desa secara langsung. Kita kan gak bisa mengontrol anggaran di kementerian, begitupun kontrol anggaran di kabupaten, susah, baca buku anggarannya saja susah,” ujarnya.
Dari seluruh permasalahan tersebut maka banyak Kades yang gelisah dan ketakutan. Sebab anggaran desa kecil tapi terlalu banyak pihak mengontrol padahal bukan kapasitasnya karena mudah diakses oleh semua pihak.
“Pak Prabowo Subianto jadi presiden tak akan mengurusi yang remeh temeh, cukup dana desa diperbesar,” ujar KDM.