Eks Napi Teroris Dilatih Budidaya Kopi Arabica Java Preanger Gunung Malabar
- Freepik
Jabar, VIVA - Pupuk Kujang Cikampek berkolaborasi dengan Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri dalam program deradikalisasi. Dalam program itu, Pupuk Kujang berperan memberikan pelatihan budidaya tanaman kepada 25 orang mantan narapidana teroris atau napiter.
Tidak hanya secara teori, pelatihan juga dilakukan langsung di lahan garapan petani kopi binaan Pupuk Kujang di lereng Gunung Malabar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
“Densus 88 menggandeng Pupuk Kujang untuk memberikan pelatihan budidaya tanaman, Pupuk Kujang dipilih karena dinilai berhasil menjalankan program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian,” kata Ade Cahya Kurniawan, Sekretaris Perusahaan Pupuk Kujang, Jumat, 20 September 2024.
Ade menjelaskan, selain menambah keterampilan mantan napiter, program pelatihan ini sekaligus mendukung ketahanan Pangan Nasional. “Diharapkan, program ini bisa menambah keterampilan eks napiter,” ungkap Ade.
Pelatihan yang diberikan meliputi pengembangan keterampilan pertanian dalam komoditas unggulan seperti kopi, madu, dan rempah - rempah. Para peserta juga mendapatkan dukungan berupa nutrisi tanaman, benih, hingga akses lahan. "Modal utama yang diberikan kepada para eks napiter adalah keterampilan yang mumpuni dan sarana pendukung untuk memulai usaha," kata Agung Gustiawan, VP Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Pupuk Kujang.
Agung menuturkan, para peserta diberikan keterampilan berbagai teknik budidaya Kopi Arabica Java Preanger di Gunung Malabar. Pelatihan juga mencakup aspek dari hulu hingga hilir, termasuk teknik roasting dan pengemasan kopi.
Meski singkat, pelatihan ini bersifat intensif dan akan diikuti dengan monitoring Densus dan PT Pupuk Kujang. "Program ini tidak berhenti pada pelatihan saja. Setelah pelatihan, para peserta akan terus dipantau dan dibantu dalam mengatasi tantangan yang mereka hadapi di lapangan," ujar Agung.
Selain kopi, madu dan rempah juga menjadi komoditas andalan yang dikembangkan melalui program ini. Dengan demikian, para eks napiter dapat memanfaatkan potensi desa dan lahan yang disediakan oleh Perhutani untuk menjalankan usaha pertanian secara berkelanjutan.
Kanit 1 Subdirektorat Integrasi Koordinasi, AKBP Vanggivantozy Praduga Satria menuturkan, selain diberi keterampilan bertani, para peserta juga diberi akses konsesi lahan.
“Setiap kelompok akan menggarap lahan seluas 50 hektare bersama masyarakat. Kalau ada 5 kelompok berarti konsesi lahan sekira 250 hektare,” ungkap Vanggi.
Vanggi menuturkan, berbagai program dan sarana itu merupakan pendekatan deradikalisasi yang bersifat lunak atau soft approach. Menurut Vanggi, metode itu dipilih karena masyarakat Indonesia cenderung berwatak ramah.
“Metode ini juga menarik perhatian sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand, Australia, terakhir dari Inggris dan Swiss,” kata Vanggi. ****