Oegroseno Dorong PON Dikembalikan ke Jakarta, Ini Alasannya

Komjen Pol (Purn) Oegroseno - Bakal Caketum KOI
Sumber :
  • Viva.co.id

VIVA Jabar - Komjen Pol (Purn) Oegroseno menyampaikan wacana baru dalam dunia olahraga. Ia mendorong agar penyelenggaraan PON dikembalikan ke Jakarta serta menyampaikan saran agar ada penghargaan khusus bagi Pimpinan (Ketum) tiap federasi Cabang Olahraga (Cabor).

Strategi Naturalisasi, Upaya PSSI Tingkatkan Daya Saing Timnas Indonesia

Ketua Umum PP PTMSI itu menilai kedua hal tersebut sama-sama penting untuk dibahas. Pelaksanaan PON yang empat tahun sekali misalnya, kata Oegroseno, sudah harus dikembalikan ke Jakarta.

"Sejak PON tahun 2000 dilaksanakan di luar Jakarta, ditilik dari sisi ekonomi justru banyak meninggalkan masalah termasuk penyalahgunaan keuangan oleh pejabat publik di daerah yang menjadi tuan rumah PON,"kata Oegroseno

Tips Mengaktifkan Facebook Pro Untuk Mendapatkan Uang Dari Facebook

Dia berkeyakinan, pelaksanaan PON di Jakarta justru bisa menghemat anggaran hampir 70 persen serta memutus mata rantai aksi korupsi tiap perhelatan PON.

Mantan Wakapolri ini mengungkapkan, sejak tahun 2000 PON digelar di luar Jakarta, maka PON sudah selama 6 kali menyisakan masalah keuangan pejabat publik. Tahun 2000 di Jatim, 2004 di Sumsel, 2008 di Kaltim, 2012 di Riau, 2016 di Jabar, 2020 di Papua dan kini (ke-7) tahun 2024 di Aceh-Sumut.

Sidang Kasus Korupsi Pasar Cigasong Majalengka Ungkap Fakta Lemahkan Dakwaan Jaksa

Dia menyebutkan, 6 kali penyelenggaraan PON di luar Jakarta itu, bukan prestasi olahraga yang menonjol, melainkan kasus koruptor.

Dikatakannya, selama ini, seringkali mengatasnamakan otonomi daerah untuk menunjang dan pemerataan pembangunan khususnya di bidang olahraga, bagi daerah yang menyelenggarakan PON.

Namun faktanya, kata Dia, tak sedikit pejabat publik di daerah yang menjadi tuan rumah PON seperti Gubernur, Bupati/Walikota dan sebagainya, masuk penjara karena korupsi.

Maka, tegas Dia, argumentasi di atas tidak selamanya benar dan tidak bisa dibenarkan.

"Fakta membuktikan bahwa usai PON, banyak fasilitas olahraga di daerah yang terbengkalai karena tidak terawat dengan baik yang akhirnya teronggok bagaikan bangunan tua. Padahal ratusan miliar uang negara habis untuk membiayai pembangunan fasilitas olahraga tersebut," tutur lulusan Akpol 1978 ini.

Oegroseno mendorong Menpora RI yang baru Dito Ariotedjo agar sudah seharusnya mempertimbangkan kembali PON di Jakarta. Pasca PON ke-21 tahun 2024 Aceh-Sumut, Menpora dapat langsung menghadap Presiden dengan misi mengembalikan PON ke Jakarta.

PON di Jakarta, dikatakan Oegroseno, super efisien, karena tidak ada lagi pembangunan fasilitas olahraga yang baru.

Oegroseno merujuk pada UU baru 11/2022. Ia menjelaskan, UU tersebut secara tersurat dan tersirat memberikan kesempatan pada KONI untuk bisa intervensi ke KOI. Demikian pula sebaliknya, KOI sebagai representasi IOC bisa intervensi ke KONI.

Mantan Kapolda Sumut ini mengemukakan, PON di Jakarta bisa zero rupiah, semua venue olahraga di Jakarta sudah dirawat dengan baik secara berkala setiap tahun dengan anggaran APBN untuk area venue GBK dan juga APBD untuk sarana Olahraga yang dibangun Pemerintah DKI Jakarta. Para atlet seluruh Provinsi Juga dapat menikmati hasil Pembangunan di Kota Jakarta.

Selain itu, Oegroseno bicara perihal penghargaan Bintang Mahaputera kepada Ketum Cabor Berprestasi.

Dia menyampaikan gagasan untuk memberikan penghargaan Bintang Mahaputera kepada Ketua Umum induk organisasi cabang olahraga yang telah menciptakan atlet berprestasi di multi event internasional seperti SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.

Oegroseno menyebutkan, ada beberapa cabang olahraga yang mencapai sukses besar dengan melampaui target di ajang SEA Games Kamboja.

"Nah Ketua Umum nya seharusnya mendapatkan penghargaan Bintang Jasa Mahaputera karena telah mengharumkan nama bangsa dan negara dengan berkumandangnya lagu kebangsaan Indonesia Raya serta berkibarnya bendera merah putih di ajang SEA Games ke-32 Kamboja 2023 tersebut," kata Dia.

Pemerintah melalui Menpora, KONI dan KOI, kata Oegroseno, hanya memfasilitasi dan melayani atlet berangkat dan pulang. Tapi pejuang yang menciptakan atlet berprestasi adalah para Ketua Umum induk organisasi cabor PP/PB

"Selama ini yang muncul ke permukaan seolah-olah Kemenpora, KOI dan KONI yang berhasil dan dapat pujian dari pemerintah," demikian Oegroseno.