Pasar Setan di Gunung Lawu
- Viva news
Viva Jabar –Masih ingatkah dengan Gunung Lawu? Bagi pendaki, Gunung lawu tidak asing lagi. Apalagi dengan kisah-kisah mistisnya. Melansir dari wikipedia, gunung Lawu adalah sebuah gunung berapi non-aktif yang terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia. Gunung Lawu memiliki ketinggian sekitar 3.265 mdpl. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten, yaitu Karanganyar di Jawa Tengah, Ngawi, dan Magetan di Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat", yang diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885.
mengenai lereng Gunung lawu. Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Sedikit ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit, yaitu Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
Konon kabarnya, Setiap malam satu Syura, banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Banyak beredar cerita mistis seputar gunung Lawu.
Sebelum puncak gunung, terdapat lapangan bernama Bulak Peperangan. Konon katanya, tempat ini merupakan tempat peperangan kerajaan Majapahit pimpinan Brawijaya V dengan kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah.
Menurut cerita masyarakat, jika malam hari kemah di Bulak Peperangan bisa mendengarkan suara pertempuran.
Tak hanya itu, sepanjang perjalanan banyak ditemukan tempat-tempat unik. Seperti Pasar Dieng misalnya. Orang menyebutnya juga pasar Setan. Pasar Dieng merupakan batu-batu yang banyak yang menyerupai pasar. Warga juga menyebutnya dengan pasar setan.
"Saat malam dan berkabut suasananya seperti setan, terdengar suara-suara dan lapak-lapak yang seperti orang jual beli,” kata pendaki gunung yang pernah naik Gunung Lawu, Arief.
Bagi pendaki ada larangan yang tidam boleh dilanggar antara lain tidak boleh berkata kotor. Tidak boleh mengeluh, secapek apapun tidak boleh mengeluh.
"Pantangannya antara lain tidak boleh bicara kotor selama dalam perjalanan dan dilarang mengeluh, apapun kondisinya. Jika sudah capek lebih baik istirahat saja, jangan malah mengeluh,”ujarnya.
Selain pantangan di atas, pendaki tidak boleh memakai ikat kepala warna hitam dengan hiasan batik melati. Tidak boleh memakai kain sutra warna hijau muda.
Dalam perjalanannya, pendaki akan bertemu sendang yang dirituali komunitas tertentu. Di dekat sendang, terdapat beberapa bilik setinggi dada orang dewasa yang terbuat dari bata bersemen. Di tempat itu para pendaki bahkah peziarah mengguyurkan air yang mereka ambil dari sendang untuk ritual mandi.
Pendaki juga akan menjumpai Sendang Derajat yang kerap dirituali oleh komunitas tertentu. Namun tempat ini juga digunakan bagi para pendaki untuk mengisi ulang botol mereka .
"Konon air tersebut memiliki manfaat rezeki, keberkahan, jodoh, pangkat dan drajat. Tak heran jika sendang ini disebut Sendang Drajat,” tambah Arif