Rumah Sakit Pelni Dilaporkan Atas Dugaan Malpraktik Pada Operasi Usus Buntu
VIVAJabar - Dugaan malpraktik oleh Rumah Sakit Pelni Ks.Tubun berlanjut ke ranah hukum. RS Pelni dilaporkan ke Polda Metro jaya oleh Fariz Suami Korban dan pihak keluarga. Keluarga pasien melaporkan tujuh orang yang diduga terlibat dalam penanganan malpraktek usai operasi usus buntu yang dikabarkan Pelemahan dan Kerusakan Syaraf (mati syaraf).
Hal tersebut diungkapkan Husni Farid Abdat dalam keterangannya selaku Kuasa Hukum Fariz, di kantor hukum HFALawyers. Berdasarkan laporan keluarga korban teregistrasi dengan nomor: No. LP/B/1495/III/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 15 Maret 2024 dengan dugaan tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang luka sebagaimana Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 440 ayat (1) Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan/atau Pasal 8 ayat (1) jo. Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen.
Sebelumnya pada tanggal 8 Maret 2024, Fariz dan keluarga korban melalui kuasa hukumnya Husni Farid Abdat, S.H., dan Umar Musa, S.H., pada kantor hukum HFALawyers telah membuat pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (“MKDKI”) dengan Nomor Register Perkara: 10/P/MKDKI/III/2024 atas Tindakan Medis yang menyebabkan Luka Berat Kamelia Achmad terhadap Dokter-Dokter RS PELNI yang terlibat, dimana proses saat ini Fariz selaku pihak Pengadu, 21 orang saksi, Ahli MPD, Saksi dari pihak Pengadu, pihak RS PELNI, dan Ahli dari pihak RS PELNI telah diperiksa oleh MKDKI, yang kemudian pada tanggal 24 Juli 2024 dilakukan Sidang Musyawarah Putusan Perkara: 10/P/MKDKI/III/2024 tersebut.
Bahwa Dokter - Dokter RS PELNI yang telah diadukan dan dilaporkan baik di MKDKI maupun dalam Laporan Polisi di Polda Metro Jaya adalah sebagai berikut :
a. Dr. Ary Setyo Nugroho, MPH (Direktur PT RS PELNI saat ini);
b. Dr. Sheira Aurani (Kepala RS PELNI saat ini);
c. Dr. Laili Fathiyah, MPH (Saat ini Pjs. Kepala RS PELNI dan Dokter jaga pasca kejadian 2019 dan dipindahkan dari ICU);
d. Dr. Dewi Fankhuningdyah Fitriana (Direktur PT RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
e. Dr. Hengky Setyahadi, Sp.B (Dokter Bedah Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
f. Dr. Amelya Hutahaean, Sp.An (Dokter Anestesi yang ikut merawat Pasien di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
g. Dr. Anggiat Siregar, Sp. S(K) (Dokter Syaraf yang dikirimi surat hasil EEG dari RSCM di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian).
Selain itu kuasa hukum Fariz dan keluarga korban juga membuat aduan kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk turut membantu mengawal perkara ini. “Karena bagaimanapun harapan dari Fariz dan keluarga korban adalah mendapatkan penyelesaian persoalan dugaan malapraktik ini dengan penyelesaian yang seadil-adilnya,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa 6 Agustus 2024.
Kronologi kejadian
1. Pada hari Kamis tanggal 04 April 2019, Fariz (“Suami Korban”) mengantarkan istrinya Kamelia Achmad (“Korban”) datang ke RS PELNI, Rumah Sakit yang beralamat di Jalan Ks. Tubun No. 92 – 94, RT 13 / RW 01, Slipi, Palmerah, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta, 11410, untuk menjalani operasi usus buntu.
2. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 05 April 2019, tim dokter Terlapor RS PELNI melakukan tindakan operasi usus buntu terhadap Kamelia, dan hingga pasca operasi Kamelia telah normal kembali bahkan sempat berbincang dengan keluarga dan temannya yang saat itu membesuk.
3. Bahwa kemudian seorang suster datang ke ruangan Kamelia memberikan suatu obat dan suntikan kepada Kamelia, saat itu juga Kamelia bereaksi menggigil, dan hampir kejang hingga Ibu Kamelia yang saat itu ada di tempat menghampiri suster mengatakan “sus itu anak saya mau kejang”, namun suster mengatakan “enggak kok bu”, dan benar saja Kamelia kemudian menggigil dan kejang-kejang.
4. Bahwa kejadian ini terjadi berulang-ulang setiap setelah diberi obat dan suntikan oleh suster tersebut sebanyak 3x (tiga kali) pasca operasi, bahkan pemberian obat dan suntikan terakhir (yang ketiga) Kamelia mengalami kejang-kejang yang tidak berhenti selama 2 (dua) jam. Setelahnya kondisi Kamelia sangat drop dan memprihatinkan, akhirnya Kamelia ditempatkan di ruang ICU RS PELNI selama 4 (empat) hari.
5. Bahwa setelah kejadian tersebut terjadi perubahan-perubahan pada diri Kamelia khususnya melemahnya daya tangkap dan pemikirannya seperti tidak dapat bicara dengan jelas, tidak mengingat angka, huruf, hari dan tanggal, dan bahkan hilang ingatan sama sekali, diikuti dengan melemahnya beberapa organ tubuh seperti kesulitan bicara, kesulitan menggerakan tangan dan kaki. Pada hari pertama atas perubahan dan kejadian tersebut pihak keluarga Kamelia dan Fariz masih berbaik sangka dan berpikir bisa jadi itu merupakan efek atau penyebab dari pemulihan Kamelia yang wajar setelah keluar dari ICU akibat kejang yang lama sekali.
6. Bahwa pada hari kedua sejak di Ruang Rawat Teratai RS PELNI, kondisi Kamelia semakin hari semakin berubah memburuk dan memastikan bahwa ini bukanlah perubahan yang wajar, selanjutnya saat ditanyakan kepada dokter di RS PELNI, dokter menyampaikan bahwa Kamelia mengalami pelemahan dan kerusakan syaraf
VIVAJabar - Dugaan malpraktik oleh Rumah Sakit Pelni Ks.Tubun berlanjut ke ranah hukum. RS Pelni dilaporkan ke Polda Metro jaya oleh Fariz Suami Korban dan pihak keluarga. Keluarga pasien melaporkan tujuh orang yang diduga terlibat dalam penanganan malpraktek usai operasi usus buntu yang dikabarkan Pelemahan dan Kerusakan Syaraf (mati syaraf).
Hal tersebut diungkapkan Husni Farid Abdat dalam keterangannya selaku Kuasa Hukum Fariz, di kantor hukum HFALawyers. Berdasarkan laporan keluarga korban teregistrasi dengan nomor: No. LP/B/1495/III/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 15 Maret 2024 dengan dugaan tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang luka sebagaimana Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 440 ayat (1) Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan/atau Pasal 8 ayat (1) jo. Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen.
Sebelumnya pada tanggal 8 Maret 2024, Fariz dan keluarga korban melalui kuasa hukumnya Husni Farid Abdat, S.H., dan Umar Musa, S.H., pada kantor hukum HFALawyers telah membuat pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (“MKDKI”) dengan Nomor Register Perkara: 10/P/MKDKI/III/2024 atas Tindakan Medis yang menyebabkan Luka Berat Kamelia Achmad terhadap Dokter-Dokter RS PELNI yang terlibat, dimana proses saat ini Fariz selaku pihak Pengadu, 21 orang saksi, Ahli MPD, Saksi dari pihak Pengadu, pihak RS PELNI, dan Ahli dari pihak RS PELNI telah diperiksa oleh MKDKI, yang kemudian pada tanggal 24 Juli 2024 dilakukan Sidang Musyawarah Putusan Perkara: 10/P/MKDKI/III/2024 tersebut.
Bahwa Dokter - Dokter RS PELNI yang telah diadukan dan dilaporkan baik di MKDKI maupun dalam Laporan Polisi di Polda Metro Jaya adalah sebagai berikut :
a. Dr. Ary Setyo Nugroho, MPH (Direktur PT RS PELNI saat ini);
b. Dr. Sheira Aurani (Kepala RS PELNI saat ini);
c. Dr. Laili Fathiyah, MPH (Saat ini Pjs. Kepala RS PELNI dan Dokter jaga pasca kejadian 2019 dan dipindahkan dari ICU);
d. Dr. Dewi Fankhuningdyah Fitriana (Direktur PT RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
e. Dr. Hengky Setyahadi, Sp.B (Dokter Bedah Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
f. Dr. Amelya Hutahaean, Sp.An (Dokter Anestesi yang ikut merawat Pasien di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian);
g. Dr. Anggiat Siregar, Sp. S(K) (Dokter Syaraf yang dikirimi surat hasil EEG dari RSCM di RS PELNI tahun 2019 saat kejadian).
Selain itu kuasa hukum Fariz dan keluarga korban juga membuat aduan kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk turut membantu mengawal perkara ini. “Karena bagaimanapun harapan dari Fariz dan keluarga korban adalah mendapatkan penyelesaian persoalan dugaan malapraktik ini dengan penyelesaian yang seadil-adilnya,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa 6 Agustus 2024.
Kronologi kejadian
1. Pada hari Kamis tanggal 04 April 2019, Fariz (“Suami Korban”) mengantarkan istrinya Kamelia Achmad (“Korban”) datang ke RS PELNI, Rumah Sakit yang beralamat di Jalan Ks. Tubun No. 92 – 94, RT 13 / RW 01, Slipi, Palmerah, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta, 11410, untuk menjalani operasi usus buntu.
2. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 05 April 2019, tim dokter Terlapor RS PELNI melakukan tindakan operasi usus buntu terhadap Kamelia, dan hingga pasca operasi Kamelia telah normal kembali bahkan sempat berbincang dengan keluarga dan temannya yang saat itu membesuk.
3. Bahwa kemudian seorang suster datang ke ruangan Kamelia memberikan suatu obat dan suntikan kepada Kamelia, saat itu juga Kamelia bereaksi menggigil, dan hampir kejang hingga Ibu Kamelia yang saat itu ada di tempat menghampiri suster mengatakan “sus itu anak saya mau kejang”, namun suster mengatakan “enggak kok bu”, dan benar saja Kamelia kemudian menggigil dan kejang-kejang.
4. Bahwa kejadian ini terjadi berulang-ulang setiap setelah diberi obat dan suntikan oleh suster tersebut sebanyak 3x (tiga kali) pasca operasi, bahkan pemberian obat dan suntikan terakhir (yang ketiga) Kamelia mengalami kejang-kejang yang tidak berhenti selama 2 (dua) jam. Setelahnya kondisi Kamelia sangat drop dan memprihatinkan, akhirnya Kamelia ditempatkan di ruang ICU RS PELNI selama 4 (empat) hari.
5. Bahwa setelah kejadian tersebut terjadi perubahan-perubahan pada diri Kamelia khususnya melemahnya daya tangkap dan pemikirannya seperti tidak dapat bicara dengan jelas, tidak mengingat angka, huruf, hari dan tanggal, dan bahkan hilang ingatan sama sekali, diikuti dengan melemahnya beberapa organ tubuh seperti kesulitan bicara, kesulitan menggerakan tangan dan kaki. Pada hari pertama atas perubahan dan kejadian tersebut pihak keluarga Kamelia dan Fariz masih berbaik sangka dan berpikir bisa jadi itu merupakan efek atau penyebab dari pemulihan Kamelia yang wajar setelah keluar dari ICU akibat kejang yang lama sekali.
6. Bahwa pada hari kedua sejak di Ruang Rawat Teratai RS PELNI, kondisi Kamelia semakin hari semakin berubah memburuk dan memastikan bahwa ini bukanlah perubahan yang wajar, selanjutnya saat ditanyakan kepada dokter di RS PELNI, dokter menyampaikan bahwa Kamelia mengalami pelemahan dan kerusakan syaraf