Perkuat Hilirisasi Jokowi, Pabrik Pipa Seamless Pertama di Asia Tenggara Senilai 5 Triliun Dibangun

Ilustrasi Industri Baja
Sumber :
  • Pinterest

 

Jabar, VIVA - Hendrik Kawilarang Luntungan CEO PT Inerco Global International menandatangani kerjasama operasi Strategis bersama Jose Antonio Reyes CEO PT Artas Energi Petrogas atau Indonesia Seamless Tube di Jakarta, Proyek bernilai 5 Trilyun rupiah ini digunakan untuk pengoperasian Pabrik Pipa Seamless pertama di Asia Tenggara yg Berlokasi di Kompleks Krakatau Steel Industry Cilegon Banten. 

“Seiring dengan upaya lifting minyak oleh Pemerintah Indonesia, dibutuhkan 500 ribu ton pipa baja seamless per tahun untuk industri Migas di Indonesia,” ujar Hendrik, Rabu 4 September 2024.

Indonesia tercatat mampu mengimpor pipa baja per tahun senilai 15 triliun rupiah, dengan beroperasinya pabrik Seamless ini, diprediksi ada penghematan devisa negara sebesar 15 triliun rupiah. Proyek ini dipastikan sejalan dengan visi hilirisasi Presiden Jokowi, bagaimana Indonesia dapat menjadi negara industri sehingga nilai tambah berputar di dalam negeri. PT Artas Energi Petrogas dinilai memiliki kemampuan produksi sebesar 250 ribu ton per tahun. 

“Saat ini nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pabrik ini mencapai 43-50 persen karena bahan baku masih impor,” kata Hendrik.

Kerjasama ini akan berlanjut untuk membuat industri ini kompetitif memproduksi di Indonesia. “Target kami bagaimana kita bisa mencapai nilai TKDN sampai 95 persen,” katanya. 

Produksi baja Indonesia saat ini tercatat hanya 8 juta ton per tahun. Jumlah ini terbilang sedikit dengan jumlah penduduk Tanah Air yang hampir menyentuh angka 282 juta jiwa. "Sedangkan di Korea Selatan, produksi bajanya 30 juta ton per tahun, di mana jumlah penduduk mereka hanya 52 juta jiwa. Indonesia harus membangun industri baja terintegrasi, sampai mencapai tingkat komponen dalam negeri lebih dari 90%. Dengan demikian, negara bisa mandiri dan menghemat devisa," ungkapnya.

Hendrik menuturkan, Inerco akan terus melakukan berbagai investasi di industri baja. Tidak hanya untuk industri migas, tapi juga untuk alutsista dan otomotif. "Hal ini akan mampu kita lakukan seiring dengan konsistensi kebijakan pemerintah yang berpihak untuk industri nasional, khususnya mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri," ujarnya.

Inerco Global International

Photo :
  • Istimewa

Menurut Hendrik, negara - negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada yang dulu mencanangkan globalisasi sekarang beramai-ramai menutup diri dari serangan produk impor guna melindungi industri dalam negeri mereka.

Bahkan, Tiongkok sudah tidak menarik lagi seiring dengan meningkatnya ekonomi negara tersebut yang menyebabkan pembengkakan biaya tenaga kerja. "Ini membuat negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Vietnam, Thailand dan Malaysia menjadi menarik sebagai destinasi investasi dunia terutama investasi industri," katanya.

"Yang dibutuhkan bagi kita adalah stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Pemerintah harus bisa menjaga harga pangan dan energi, ini kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Seiring dengan itu maka investasi otomatis akan menjadi sehat dimana perusahaan-perusahaan akan menikmati stabilitas profit," lanjutnya.

Lebih jauh ia memaparkan, Tiongkok bisa berkembang di tahun 2000-an karena pemerintahnya menstabilkan harga pangan dan energi. "Kemudian disusul dengan pembangunan infrastruktur yang masif. Tahun 2006 ke atas, Tiongkok berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi diatas 8%," katanya.

Untuk membuat industri baja kembali menggeliat, Hendrik menuturkan, Inerco telah menjalin kerja sama dengan PT Krakatau Steel. Menurutnya, kerja sama yang telah bergulir sejak Maret 2021 ini sangat strategis dan menjadi titik tolak setelah industri baja sempat lesu akibat pandemi. "Kami sudah menjalankan kerja sama dengan anak usaha Krakatau Steel sebelumnya dan kali ini kami berkesempatan langsung bekerja sama dengan induknya," ungkap Hendrik.

Ia berharap, kerja sama teranyar ini bisa mengembangkan Krakatau Steel dan anak usahanya ke level proyek yang lebih besar dan dengan cakupan yang lebih luas. "Semoga dapat saling mengembangkan kemajuan perusahaan untuk kedua belah pihak," kata Hendrik.

Direktur Komersial Krakatau Steel, Melati Sarnita membenarkan adanya kerja sama ini dan menargetkan pertumbuhan positif bagi Krakatau Steel untuk mengembangkan pasar mendukung proyek pembangunan infrastruktur yang mulai bangkit. "Ini adalah strategic partnership untuk jangka waktu 3 tahun dengan nilai kerja sama mencapai Rp 4,8 triliun," katanya. *****