Dari Komunitas Hingga Komnas KPAI Peduli Darurat Asap Rokok Bagi Anak-Anak

Ilustrasi Bahaya Rokok
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

“Dari beberapa riset yang dilakukan oleh teman-teman akademisi, ada korelasi yang sangat signifikan antara anak-anak yang mengalami stunting. Anak-anak itu ada di dalam keluarga yang ada perokoknya," kata Tubagus.

Terbukti, angka stunting pada anak dengan keluarga perokok sebesar 15,5 persen lebih tinggi dibanding anak dari keluarga yang tidak merokok.  Seharusnya, lanjut Tubagus, konsumsi gizi anak lah yang patut dipikirkan oleh anggota keluarga dibanding membeli rokok.

"Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pola belanja kedua adalah rokok. Lebih spesifik lagi rokok kretek filter. Ini sebenarnya yang masih menjadi pergumulan. Jadi, kalau kita mau merevitalisasi pola belanja, seharusnya konsumsi rokok ada di bawah," jelas Tubagus.

Lebih dalam, Tubagus merinci bahwa angka pembelian beras tetap di urutan pertama untuk pemenuhan kebutuhan gizi keluarga. Sayangnya, sumber makanan lainnya seperti telur dan daging yang mengandung gizi tinggi justru terabaikan dibanding pembelian rokok. 

"Makanan kita bukan hanya beras, tetapi ada protein, telur, daging, dan lain-lain. Seharusnya konsumsi rokok itu ada di lebih bawah lagi," pungkasnya.

Sementara itu, soal bahaya rokok juga menjadi konsen program Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Salah satunya disampaikan Wakil Ketua KPAI RI, Dr. Jasra Putra, M.Pd.

Dalam unggahan media sosial Facebok nya, Jasra Putra tak menyetujui menjadikan industri rokok sebagai partisipator untuk event, baik dalam bentuk iklan, sponsor maupun promotor. Pasalnya, rokok merusak tumbuh kembang anak-anak.