Sambut Masa Emas IoT di Indonesia, Pelaku Pasar Digital Punya Peluang Besar

Ilustrasi Internet of Things
Sumber :
  • pinterest.com

Jabar – Layanan Internet of Things (IoT) nampaknya memiliki masa depan yang cerah di tanah air. Disadari atau tidak, kebutuhan masyarakat Indonesia akan layanan berbasis teknologi semakin tinggi. Perlahan tapi pasti, layanan digital tersebut akan menjadi layanan massal di seantero Nusantara.

Teknologi IoT Milik Telkom Optimalkan Produksi Uang Logam Dalam Negeri

Sebagai contoh, jasa antar barang dan jasa, seperti kurir dan layanan pesan transportasi menggunakan digital service sudah mulai lazim di Indonesia. Contoh lain yang mulai digunakan pemerintah adalah layanan live tracking, fasilitas pemantau pergerakan kendaraan kini sudah dimulai dan merambat hampir ke seluruh pelosok negeri.

Berdasarkan data fakta tersebut, Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) mengatakan bahwa potensi pasar IoT di Indonesia per tahun 2022 sudah menunjukkan angka 26 miliar dolar Amerika. Ini setara dengan Rp.372 Triliun. Angka yang sangat fantastis untuk sebuah perkembangan dan kemajuan sebagai efek positif dari pertumbuhan teknologi.

Tindak Lanjut Kasus Suap Smart City, KPK Geledah Ruang Kerja Wali Kota Bandung

Diketahui, angka sebesar itu bersumber dari 9 sektor, yakni; makanan, minuman, kesehatan, pertanian, perkebunan, tambang, dan perminyakan.

Apabila 9 sektor tersebut dirinci, layanan IoT terbesar adalah sektor aplikasi yaitu sebesar 45%, platform 33%, perangkat 13%, dan jaringan 9%. Dengan demikian, peluang terbesar dimiliki oleh pelaku aplikasi. Ini menjadi kabar gembira bagi para teknisi untuk terus mengembangkan inovasinya di dunia aplikasi digital.

KPK Tetapkan Wali Kota Bandung Sebagai Tersangka Korupsi Proyek Smart City

Teguh Prasetya selaku Ketua Umum ASIOTI memprediksi pasar IoT Indonesia pada tahun 2025 mendatang akan mencapai 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp. 572,7 Triliun dengan 678 perangkat IoT terhubung. Tentunya, potensi ini selaras dengan minat serta kebutuhan masyarakat.

Menurut dia, tiga hal besar yang menggenjot IoT kian eksis di masyarakat. Yakni karena bias meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan.  Data Indonesia IoT Forum menujukkan, kemungkinan 400 juta perangkat sensor di Indonesia yang telah terpasang IoT.

Hal ini selaras tren dunia dari teknologi yang pertama dilontarkan Kevin Ashton (salah satu pendiri Auto-ID Labs, grup riset identifikasi frekuensi radio dari Massachusetts Institute of Technology) saat presentasi di hadapan Procter & Gamble di tahun 1999.

Data IoT-Analytics per Mei 2022 menyebutkan, konektivitas IoT di seluruh dunia sepanjang 2021 tumbuh sebesar 8% menjadi 12,2 miliar pengguna aktif. Karena itu, sumbangan 400 juta perangkat dari Indonesia sebenarnya relatif masih sangat rendah. 

Ilustrasi Internet of Things

Photo :
  • pinterest.com

Sementara itu, Doni Ismanto dari Forum Indo Telko mengatakan, kebutuhan IoT di Indonesia sekarang telah lintas sektor industry. Antara lain di sektor manufaktur, logistik, kota pintar (smart city), maupun rumah pintar (smart home). 

“Sektor-sektor ini belum mengadopsi secara masif. Tingkat adopsi yang belum masif tersebut disebabkan berbagai industri masih mencari bentuk yang tepat untuk diimplementasikan. Tapi ini artinya potensi pasar masih besar untuk segmen-segmen tersebut,” katanya saat dihubungi, Rabu (14/3/2023). 

Menurut dia, potensi besar akan terjadi ketika efisiensi dan efektifitas ditemukan sekaligus dari IoT. Apalagi, salah satu teknologi key pada era Revolusi industri 4.0 memang IoT, sehingga olah rupa dari layanan ini harus terus ditajamkan. 

Dia menekankan jangan sampai ada jeda dari sisi pengantaran ke pasar ataupun contoh sukses penerapan (use case) ke masyarakat. Sebab, sebagaimana diperlihatkan pada layanan teknologi lainnya, momentum harus disambut pelaku industri dengan baik. 

“Bisa jadi pasarnya merasa belum butuh, jadi dibutuhkan kreatifitas dalam market creation agar target pasar merasa ada kebutuhan. Dalam industri digital, kebutuhan itu kan ga harus nunggu pasar, bisa dikreasi misal didorong oleh regulasi,” katanya. 

Dia mendorong layanan seperti Antares dari PT Telkom harus jeli dan gesit memanfaatkan peluang, terutama di sektor pemerintahan. Sebab, proses pengadaan barang dan jasa di sektor tersebut sudah pasti bujet dan sudah pasti waktunya dilakukan tiap tahun. 

Antares yang berada di bawah payung Leap-Telkom Digital, antara lain menyediakan solusi dan konektivitas IoT berbasis Long Range Wide Area Network (LoRaWAN).

Sejauh ini dari segi konektivitas, LoRaWAN Antares telah berada di lebih dari 700 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Misalnya pada implementasi sistem Smart Water Meter yang membuat perusahaan pengelola air minum/PDAM pengguna Antares dimudahkan memantau kualitas air dengan media portal sistem informasi yang terpusat, sehingga standar K3 air lebih terjaga.

Smart Meter juga memungkinkan PDAM sebagai BUMD mengelola urusan penagihan lebih terukur karena adanya koneksi antar perangkat berbasis komputasi yang saling "berbicara". Karenanya, terjadi peningkatan pelayanan ke masyarakat.

“Kebutuhan digitalisasi itu makin besar di pemerintahan, maupun masyarakat umum. Maka, edukasi dan pemasaran ke publik juga harus gencar dan menemukan selahnya. Bagaimanapun, kunci dari teknologi baru diterima pasar itu di edukasi dan pemasaran,” pungkasnya.