Bangkit dari Krisis Pasca Pandemi, Dewi Anggraeni Berdaya dengan Kripik Pare

Kripik Pare Dewi Anggraeni
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Pandemi Covid-19 telah terbukti berdampak secara signifikan terhadap keadaan sosial-ekonomi masyarakat. Banyak tenaga kerja yang terkena imbas berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kampung di Cirebon Terjebak di Lingkungan Air Kotor Selama Puluhan Tahun

Kondisi ini, tentu berefek pula pada penghasilan keluarga terdampak Pandemi, tak terkecuali kepada suami Dewi Anggraeni, seorang ibu rumah tangga.

Namun, kondisi sulit tersebut tidak membuat Dewi Anggraeni berdiam diri. Ia terus berpikir keras untuk mengubah keadaan, mengubah kesempitan menjadi kesempatan.

Dukung Industri Ritel, Ninja Xpress Luncurkan Layanan B2BR

Alhasil, Dewi Anggraeni bersama suaminya berinisiatif menciptakan produk olahan yang dapat diterima pasar, dan tentu saja yang bernilai ekonomis. Keduanya, terpinspirasi dari anak-anaknya yang tidak suka makan sayur. Dari sana tercetuslah sebuah ide untuk menciptakan olahan makanan dari sayuran. 

Dengan keahlian memasak dan eksplorasi makanan, Dewi dan suaminya berhasil menciptakan keripik dari sayuran. Percobaan pertama melibatkan berbagai jenis sayuran, mulai dari sawi, wortel, dan juga pare. Setelah mencoba dipasarkan ternyata keripik pare menjadi best seller, dan mereka memutuskan fokus memproduksi keripik pare, sementara produk lain hanya diproduksi sesuai pesanan.

Presiden Prabowo Subianto Diminta Bentuk Direktorat Jenderal Pos dan Logistik Indonesia

Usaha yang dijalankan berdua ini, dalam sehari bisa mengolah sekitar 3 kg pare dan menghasilkan sekitar 15 kemasan. Setiap kemasan dijual dengan harga Rp 20.000. Produk yang diberi nama D'Nafta ini tidak hanya unik dan lezat tetapi mereka juga berhasil mendapatkan legalitas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Saat ini, produk mereka sudah tersedia di beberapa swalayan dan hotel di Kota Bandung.

Usaha yang berjalan sejak tahun 2019 ini kurang lebih telah meraup omset sebesar Rp 4.000.000  hingga Rp 5.000.000 di setiap bulanya. Omset ini didapat dari hasil gabungan produk keripik pare dan varian keripik sayur lainnya. Meski demikian, Dewi merasa masih banyak aspek yang perlu dikembangkan. Salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana membuat keripiknya memiliki masa kedaluwarsa yang lebih panjang. Saat ini, produk keripik pare hanya bertahan selama 3 bulan. Hal ini cukup menghambat ekspansi pemasaran yang lebih luas. 

Halaman Selanjutnya
img_title