Mahfud MD Sebut Penundaan Pemilu 2024 Dapat Timbulkan Problem Hukum

Menko Polhukam Mahfudz MD
Sumber :
  • viva.co.id

Jabar – Menteri Koordinator Budang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kembali menyoroti soal wacana penundaan Pemilu 2024. Menurut Profesor yang pakar dalam hukum tersebut, penundaan pemilu pada tahun 2024 akan menimbulkan masalah-masalah hukum.

Istana Tegaskan Jokowi Tak Ikut Campur Pembentukan Kabinet Prabowo-Gibran

Tidak hanya itu, Mahfud juga mempertanyakan cara penundaan pemilu 2024 tersebut. Sebab, diketahui Undang-undang mewajibkan adanya pemilihan umum setiap lima tahun sekali.

"Oke pemilu ndak jadi, terus caranya ini gimana dong kalau harus ditunda, diubah UUD," kata Mahfud.

Ridwan Kamil Umumkan Pembubaran TKD Prabowo-Gibran di Jawa Barat Pasca-Kemenangan

Jikapun harus merubah undang-undang, menurut Mahfud, itu akan memakan biaya. Tidak hanya biaya materi, tapi juga biaya politik, biaya sosial dan biaya-biaya lain yang menurutnya sangat mahal.

Lebih lanjut, Mahfud juga menjelaskan bahwa per 20 Oktober 2024 masa jabatan Presiden berakhir. Sebab, berdasarkan konstitusi pada 7 menyebutkan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

Rajut Kebersamaan di Bulan Ramadan, EIGER Adventure Gelar Buka Puasa Bersama Berbagai Komunitas

"Jadi tanggal 20 Oktober habis, terus karena ada keputusan Mahkamah Agung atau pengadilan ditunda pemilu, ya harus mengubah Undang-Undang Dasar karena MPR atau DPR tidak bisa membuat undang-undang mengubah jadwal pemilu," ujar Mahfud.

Kemudian, Mahfud mengungkapkan bahwa jadawal pemilu tersebut merupakan muatan konstitusi, bukan muatan undang-undang.

"Jadwal teknis pemilu memang di undang-undang tapi jadwal definitif periodik adalah muatan konstitusi tidak bisa diubah oleh undang-undang maupun oleh pengadilan, harus pembuat konstitusi," tuturnya.

Tidak hanya itu, Mahfud juga mengatakan bahwa pembuat konstitusi adalah partai politik yang ada di MPR, atau MPR yang beranggotakan partai politik. Perubahan konstitusi bisa terjadi apabila MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR. Melihat berbagai respon dari beberapa partai yang menolak penundaan pemilu, maka seolah tidak mungkin ada perubahan konstitusi,

"Nah kalau sekarang mau ada perubahan jadwal Pemilu lalu MPR mau bersidang, yuk sidang, PDIP ndak mau hadir, Nasdem ndak mau hadir, ndak mau ditunda, Demokrat tidak mau, maka tidak kuorum, tidak sampai 2/3 yang hadir di sidang itu," ujarnya.

"Karena itu mari kita memastikan pemilu tidak akan ditunda meskipun ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena itu bukan kewenangan-nya," tambahnya.

Menkopolhukam itu juga menegaskan bahwa mengundang MPR untuk mengubah konstitusi akan menelan biaya politik yang jauh lebih besar daripada menunda jadwal pemilu sekalipun sudah ada keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutuskan penundaan pemilu.

Keputusan Pengadilan Jakarta Utara itu juga tidak bisa dijadikan dalih adanya peundaan pemilu sebab itu bkan kewenangannya.

"Mahal sekali itu. Mari kita jaga ini kehidupan konstitusional kita," ajak Mahfud.

"Itu untuk jangka panjang saja, nanti sesudah pemilu, lalu nanti dipikirkan kembali besok. Kalau suatu saat butuh perpanjangan gimana, nah itu baru dipikirkan," pungkasnya.