Polemik Kampanye di Lembaga Pendidikan
- Screenshot berita VivaNews
Sebagai konsekwensi logis dari keputusan mahkamah kostitusi di atas adalah, Pertama, Perubahan Undang-undang No. 7 tahun 2017, yang diturunkan kepada Peraturan KPU tentang kampanye. Harapannya, Perubahan Peraturan KPU nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye, bisa mengakomdasi batasan-batasan kampanye di lembaga pendidikan seperti di atas.
Batasan kampaye di lembaga pendidikan ini penting agar tidak menjadi masalah yang mengarah kepada pelemahan demokrasi melalui pemilu 2024 mendatang.
Kedua, Kesiapan Pengawasan.
Dengan adanya perubahan ini, maka tidak ada alasan apapun Bawaslu di semua tingkatan harus mempunyai konsep operasional pencegahan dan pengawsasannya. Kesiapan tersebut baik regulasinya yang berbentuk peraturan bwaslu, desain pencegahan dan pengawasannya, sumberdaya manusianya dan alat kerja yang terukur.
Kalau pengawasan tidak hadir dalam kampanye di lembaga pendidikan ini, bukan tidak mungkin kampanye di lembaga pendidikan akan menambah permasalah baru bagi tegaknya pemilu yang berkwalitas.
Ketiga, Kesiapan Kementrian yang membawahi lembaga pendidikan. Tidak hanya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, yang menaungi lembaga pendidikan di Indonesia. Tapi ada banyak kementrian yang menaungi lembaga pendidikan. Selain departemen agama, departemen kesehatan, departemen dalam negeri, departemen keuangan dan banyak lagi kementrian yang menaungi lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, departemen manapun yang menaungi lembaga pendidikan harus mempersiapkan diri dalam merespon keputusan Mahkamah Konstitusi di atas. Kesiapan tersebut sangat mungkin berupa regulasi maupun dalam bentuk pengawasan. Karena ketika kementrian-kementrian tersebut tidak siap, maka bisa jadi adanya sebuah kontaminasi politik praktis pada lembaga pendidikan.