Pakar Hukum Universitas Pakuan Sebut Film Dirty Vote Sebagai Fitnah Besar pada Jokowi
- Berbagai Sumber
VIVA Jabar – Munculnya film dokumenter berjudul Dirty Vote tampaknya benar-benar mengundang perhatian berbagai kalangan. Mulai dari kalangan politisi, hingga kalangan akademisi turut angkat bicara.
Kini, pakar hukum konstitusi dari Universitas Pakuan, Prof. Andir Asrun ikut buka suara. Menurut Guru Besar Hukum Konstitusi itu, film dokumenter berdurasi hampir dua jam itu merupakan fitnah besar.
Bukan tanpa alasan, Prof. Andir Asrun mengatakan film itu sebagai fitnah karena tanpa didukung dengan bukti sebagaimana pembuktian sebuah perkara hukum.
Prof. Andir mengatakan apabila pembuat film memiliki bukti adanya kecurangan seharusnya melaporkan ke Bawaslu.
"Seandainya pembuat Film 'Dirty Vote' memiliki data dan bukti pelanggaran pelaksanaan Pemilu 2024, maka seharusnya mengajukan pengaduan ke Bawaslu RI atau membuat laporan pidana ke kepolisian," kata Andir kepada wartawan, Senin (12/2/2024).
Ia kemudian mengatakan bahwa film yang tayang sejak Minggu, (11/2/2024) itu sebagai fitnah besar terhadap presiden Jokowi.
"Fitnah terhadap Presiden Jokowi dengan narasi seolah dapat mempengaruhi pilihan rakyat melalui pejabat-pejabat kepala daerah adalah sebuah kejahatan," tegasnya.
Selain itu, ia menyebut Dirty Vote sebagai upaya sistemis untuk mendegradasi keterpilihan Prabowo-Gibran. Sebab, dengan narasi keterpilihan Prabowo-Gibran diasosiasikan dengan cawe-cawe Presiden Jokowi.
"Ini adalah fitnah besar tanpa dasar terhadap Presiden Jokowi. Film ini sangat berbahaya dan tidak rasional ketika pemeran film bernama Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM) mengatakan 'jadikan film ini sebagai landasan untuk anda melakukan penghukuman'," tegasnya kembali.
"Narasi ini menggambarkan betapa berkuasa dia memerintahkan rakyat tanpa menjelaskan menghukum pihak mana, apakah penyelenggara Pemilu yang telah bekerja ekstra keras untuk suksesnya Pemilu 2024," kata Prof Andir Asrun menambahkan.
Prof Andir Asrun juga menyoroti perkataan pemeran lain dalam film itu, yakni Bivitri yang mengatakan mau bergabung dalam film tersebut karena akan banyak orang makin paham bahwa telah terjadi kecurangan, sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja.
"Narasi ini disampaikan tanpa dukungan bukti dan hanya asumsi dengan narasi tendensius. Seharusnya jika menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan pemilu sebagai ahli hukum melapor ke Bawaslu," ungkapnya.
Ferry Amsar yang juga berperan dalam film tersebut juga dinilai menyampaikan narasi minor karena mengungkap hal tanpa bukti.
"Ferry mengatakan film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita, bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka, tanpa menunjuk politisi dari partai mana sehingga jelas narasi tersebut adalah pernyataan yang tidk bertanggung jawab," pungkasnya.