Tegas, Apindo Jabar Nilai SK Gubernur Jawa Barat Tentang UMSK Cacat Hukum
- Istimewa
VIVAJabar – Terbitnya SK Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) ternyata menuai kritik keras dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jabar. Bahkan, APINDO memandang SK tersebut cacat secara hukum.
Ketua APINDO Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan terbitnya SK tersebut dapat mengancam keberlangsungan sektor padat karya. Padahal Presiden Prabowo menekankan sektor tersebut terus berjaya.
Ning Wahyu Astutik juga menilai SK Gubernur Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024 terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Barat Tahun 2025, pada 27 Desember 2024 adalah keputusan yang cacat hukum.
Meskipun, padat karya yang dimaksud dalam SK ini hanyalah padat karya untuk perusahaan multinasional, yang merupakan perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara. Ini berbeda dengan perusahaan penanaman modal asing (PMA), yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing, juga berbeda dengan perusahaan internasional, yang beroperasi di Indonesia tetapi melakukan ekspor produk ke berbagai negara. Sebagai contoh, perusahaan yang memproduksi merek-merek internasional seperti New Balance, Nike, Adidas tidak serta-merta dianggap multinasional, kecuali perusahaannya terdapat di berbagai negara. Hal ini menunjukkan bahwa definisi perusahaan multinasional bergantung pada perusahaannya, bukan merek atau produknya,” jelas Ning dalam keterangannya pada Jum'at, 3 Januari 2025.
Ning Wahyu menegaskan bahwa SK tersebut berlaku pada perusahaan yang mampu membayar.
“Jika perusahaan tidak mampu, maka dapat dilakukan perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja sesuai ketentuan yang disebutkan dalam Diktum Kedua-A SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK,” ujar Ning.
Jika dilihat dari segi hukum, Ketua APINDO Jawa Barat menilai SK tersebut cacat hukum karena melanggar aturan yang ada di Permenaker No 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Pertama, penetapan SK ini melewati batas waktu maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa UMSK tahun 2025 harus ditetapkan paling lambat 18 Desember 2024, sedangkan SK Gub tentang UMSK baru ditetapkan pada 27 Desember 2024.
Kedua, SK ini mencakup sektor padat karya dan beberapa sektor industri lain yang seharusnya tidak memenuhi kriteria sektor tertentu pada Pasal 7 Ayat (3), yang mengatur bahwa sektor tertentu adalah sektor dengan karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya, serta menuntut pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi khusus.
Ketiga, penetapan SK ini tidak melalui kesepakatan Dewan Pengupahan, melainkan dilakukan secara sepihak. Hal ini bertentangan dengan Pasal 9 Ayat (2), yang menyatakan bahwa UMSK harus didasarkan atas kesepakatan Dewan Pengupahan Kab/Kota.
“SK UMSK terbit tidak Sesuai dengan Prinsip dan Hukum Administrasi Pemerintahan. SK ini melanggar Pasal 10 Ayat (1) juncto Pasal 52 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, di mana SK ini tidak memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), seperti asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, keterbukaan, dll. Selain itu, penetapan tersebut juga melanggar syarat sahnya keputusan seperti syarat di mana SK harus dibuat sesuai prosedur,” tegas Ning.
"Apakah sebuah kebijakan yang secara jelas cacat hukum tetap harus diikuti?,” tanya Ning.
Dengan segala pertimbangan yang ada, maka APINDO Jabar menyampaikan apabila produk SK tersebut cacat hukum, maka para pengusaha untuk pandai-pandai menyikapinya.
Ning Wahyu juga meminta kepada para auditor compliance perusahaan untuk cerdas dan adil, memilah yang benar dan yang salah, serta mengikuti kebenaran berdasar kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam melakukan audit