Tidak Alami Gangguan Jiwa, Ibu Muda Jambi Pelaku Pencabulan Sadar Hukum
- tvOne
Jabar – Masih viral dalam pemberitaan, Ibu muda Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap 17 anak bawah umur kini harus tinggal di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi. Ibu muda Jambi yang bernama lengkap Yunita Sari Anggaraini dibawa ke RS Jiwa untuk kepentingan pemeriksaan.
Seperti diinformasikan sebelumnya, Yunita memaksa para korban untuk melihat video porno, mengintip Yunita ketika sedang berhubungan badan dengan suaminya, juga memaksa para korban untuk meraba bagian sensitifnya. Bahkan, Yunita memaksa anak-anak itu untuk melakukan hubungan intim dengannya.
Kemudian, Yunita sempat kepergok oleh suaminya saat sedang melukai dirinya sendiri. Tidak hanya itu, ia juga sempat mengancam suaminya akan mencincang anak balita mereka kalau sang suami tidak mau berhubungan badan. Dengan kelakuan tersebut, justru Yunita yang melaporkan anak-anak tersebut dan mengaku bahwa dirinya adalah korban.
Terkait hal itu, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson mengutarakan pendapatnya. Febby mengatakan bahwa ada kriteria seseorang mengalami gangguan jiwa atau tidak untuk dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.
Menurutnya, dengan melaporkan anak-anak sebagai pelaku, Yunita sadar bahwa apa yang ia lakukan (pencabulan) itu salah.
“Apakah perbuatan itu dia ketahui dengan sadar bahwa itu buruk atau baik, itu yang pertama. Yang kedua dia bisa mempertanggungjawabkan atau tidak. Dia bisa berpikir bahwa kalau dia melakukan ini salah dia harus kemana,” ujar Febby dilansir dari tvOnenews.
“Dengan dia melaporkan korban-korban tadi balik, itu artinya dia sadar dia tahu perbuatan itu dilarang. Dilarang oleh undang-undang,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Febby menjelaskan dengan dia melaporkan ke polisi maka dengan sendirinya ada keinsafan dalam dirinya. Di sisi lain, menurut Febby, ia melakukan pencabulan seolah ada perencanaan sampai ia melakukan visum.
“Artinya dia mengerti hukum, YS mengerti dengan peraturan yang berlaku. Dia tahu itu salah atau bukan, karena kalau dia mengalami gangguan kejiwaan pada saat melakukan itu, dia tidak tahu bahwa itu salah atau tidak,” ungkapnya.