Mengenal 2 Tokoh Pentolan NII, Panji Gumilang dan Ahmad Mussadek

Panji Gumilang
Sumber :
  • IST

VIVA Jabar - Dua pentolan gerakan Negara Islam Indonesia (NII), Panji Gumilang dan Ahmad Mussadek, masing-masing pernah mendirikan 2 ormas baru pasca larangan pendirian NII di Indonesia. Panji Gumilang mendirikan 'NIM', sementara Ahmad Mussadek mendirikan Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar.

AS Warga Subang Deklarasi Sebagai Nabi dan Sebut Lafadz Allah Seperti Perempuan Mengangkang

Hal itu terungkap dari keterangan Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat dikonfirmasi oleh wartawan viva.co.id pada beberapa tahun yang lalu.

"Proses terbentuknya ormas Gafatar dimulai dari pecahnya antara Ahmad Mussadek dan Panji Gumilang, yang keduanya adalah anggota NII (Negara Islam Indonesia)," jelas Tjahjo, dalam pesan singkatnya, Rabu 13 Januari 2016 dilansir dari viva.co.id

Seseorang di Subang Sebut Lafadz Allah Seperti Perempuan Mengangkang, MUI Turun Tangan

Sebagaimana diketahui, sekitar tahun 2016, ormas Gafatar ini menyedot perhatian masyarakat. Aktivitas ormas ini menjadi bahan perbincangan, setelah banyak masyarakat yang melaporkan anggota keluarga yang hilang setelah ikut ormas ini. 

Dikatakan Tjahjo Kumolo, Ahmad Mussadek awalnya mendirikan Alqiyadah Al-Islamiah, setelah itu diganti lagi menjadi menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar). Namun, ormas Komar tak bertahan lama karena gerakan dan ajarannya diketahui oleh MUI.

SPPD di Subang Capai Rp54 Miliar, Kemendagri Perketat Anggaran

Dari hasil penelitian itulah, ungkap Tjahjo, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa ormas ini sesat. Diperkuat lagi dengan putusan pidana empat tahun terhadap pimpinannya, Ahmad Mussadek pada 2009 lalu. 

"Selanjutnya untuk menghilangkan jejak, akhirnya ganti kulit menjadi ormas Gafatar yang dipimpin Mahful Muis Manurung, dengan meng-cover kegiatannya yang bersifat sosial," jelas Tjahjo. 

Diakui Tjahjo, ormas Gafatar ini dalam mengajukan untuk disahkan ke Kesbangpol Kemendagri pada 2 November 2011, ditolak. Bahkan, begitu seterusnya hingga tiga kali mengajukan, tetap saja ditolak oleh Kesbangpol.

"Kemudian, pada tanggal 5 April dan 30 November 2012, Dirjen Kesbangpol membuat surat ke para Kesbangpol provinsi dan kabupaten-kota untuk tidak mengeluarkan SKT (Surat Keterangan Terdaftar) kepada Gafatar dan agar melakukan pengawasan dan pemantauan aktivitas ormas tersebut," ujar Tjahjo. 

Surat edaran tersebut, jelas Tjahjo, dimaksudkan untuk mengantisipasi bahaya dari ormas Gafatar ini. Surat dikeluarkan pada tahun 2012, sehingga kalau ada Kesbangpol daerah yang mengeluarkan izin sebelum 2012, dianggap wajar, karena belum ada surat edaran Dirjen Kesbangpol Kemendagri tadi.

Namun, lanjut Tjahjo, ada persoalan dilematis. Dimana setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-undang Nomor 17 tahun 2013, yang menyebutkan pemerintah tidak berhak untuk mengeluarkan putusan bahwa suatu ormas itu sebagai ormas terlarang, dan tidak bisa menghalangi ormas untuk mendaftar sepanjang tidak melanggar hukum dan keamanan, maka Gafatar bisa menjalankan aktivitasnya. 

"Dari putusan inilah, maka pemerintah tidak bisa membubarkan Gafatar. Tetapi, kalau dilihat ormas ini merupakan aliran sesat dan menyesatkan, maka seharusnya diarahkan ke pakem, ya domainnya Kejaksaan, barangkali hal ini yang harus didiskusikan bersama," jelasnya. 

Tjahjo juga mengusulkan, untuk membedah lagi undang-undang tentang ormas. Sebab, fungsi ormas dalam aturan perundangan adalah menjaga dan memelihara, serta melestarikan norma, etika, budaya dan lain-lain, termasuk menjaga persatuan dan kesatuan.

"Dari sini juga perlu didiskusikan apakah kegiatan Gafatar ini bertentangan dengan hal tersebut (undang-undang tentang ormas)," demikian Tjahjo.