Hakim MK Sebut Sistem Pemilu Apapun Berpotensi Politik Uang

Majlis Hakim Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • viva.co.id

VIVA JabarMahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur sistem Pemilu yang diajukan pemohon dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Berkah Awal Tahun, Parpol Subang Dapat Bantuan Hibah dari Pemda

Dengan ditolaknya permohonan tersebut, maka sistem pemilu yang akan diterapkan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Hakim Konstitusi, Saldi Isra mengungkapkan dalil pemohon bahwa penyelenggaraan pemilu dengan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik. Dikatakannya, Partai Politik seolah kehilangan peran sentralnya dalam kehidupan berdemokrasi sejak tahun 2009 hingga 2019 lalu.

DPKP Subang Tunggu Arahan Bangun Lahan Sitaan Tipikor Jadi Perumahan Milenial

Menurut Hakim Saldi, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.

"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," kata Hakim MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan, kamis, 15 Juni 2023. 

MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres, Dedi Mulyadi : Prabowo Dipilih Hati Nurani Bukan Bansos

Disamping itu, mengenai peluang adanya praktik money politics atau politik uang, hakim Saldi mengatakan bahwa sistem pemilu apapun memiliki potensi adanya politik uang.

"Misalnya, dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elit partai politik dengan para calon anggota legislatif yang berupaya dengan segala cara untuk berebut "nomor urut calon jadi" agar peluang atas keterpilihannya semakin besar," kata Saldi Isra.

Halaman Selanjutnya
img_title