Bertemu Prabowo Subianto, Bangsawan Cantik Ini Bakal Berlabuh ke Gerindra?
- Istimewa
VIVA Jabar – RAy. Mayyasari Timur Gondokusumo, politisi cantik berdarah bangsawan surakarta hadiningrat yang terkenal tegas tanpa basa basi dalam mengeluarkan analisa, statement dan argument politiknya yang cenderung melawan arus pemerintah yang tidak sesuai kaidah, idealismenya dalam berpolitik dan pemikiranya yang independent membuat beberapa partai politik gagal meminangnya sebagai kader potensial.
Sebut saja PDIP melalui kepala sekertariat pusat Aryo yang menawari Mayasari maju sebagai caleg DPR RI dapil IV Jateng 2024 tetapi ia menolaknya.
Namun publik dan awak media sontak di kejutkan dengan kehadiran Mayasari di kediaman pribadi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di Kertanegara Kebayoran Baru bersama Purnawirawan Jendral Bintang Tiga yang juga seorang petinggi Partai Gerindra yakni Komjen Pol Mochamad Iriawan, yang saat ini menduduki jabatan mentereng sebagai Wakil Pembina Partai Gerindra menggantikan posisi Sandiaga Uno yang berpindah ke partai PPP.
Kehadiran Mayasari di Kertanegara menimbulkan spekulasi politik akankah sang bangsawan yang terkenal dengan idealismenya itu akhirnya melabuhkan pilihan politiknya kepada Gerindra dan mengikuti kontestasi politik 2024 melalui Partai Gerindra?
Mengingat Prabowo Subianto dan Mayasari memiliki garis kebangsawanan yang sama dari Surakarta Hadiningrat. Di mana, Mayasari merupakan Trah dari Mangkunagoro IV dan Prabowo Subianto adalah mantan menantu dari Ibu Tien Soeharto yang merupakan Trah dari Mangkunagoro III.
Namun ditemui di GBK pada senin malam lalu, Mayasari menjelaskan bahwa kehadiranya di Kertanegara bersama Mochamad Iriawan sebatas silaturahmi kebangsaan saja bersama Prabowo Subianto dan Partai Gerindra.
Mengingat Mayasari saat ini menjadi konsultan politik dari Mochamad Iriawan yang digadang Partai Gerindra sebagai bakal Calon Gubernur Jawa Barat di Pilkada 2024 mendatang.
Disela-sela wawancara, Mayasari memberikan edukasi dan gagasanya tentang pemilu 2024 yang menurutnya system atau syarat threshold 20% tidak layak dan dihapuskan dari negara demokrasi karna banyak yang tidak sesuai.
"Mulai dari di dalam system presidential seharusnya tidak ada kamus threshold 20 %, karna threshold lebih cenderung ke system parliementary (parlemen) dari konsep saja sudah salah kaprah," jelas Mayasari.
"Threshold 20% sebenarnya melemahkan dan merugikan para capres karna secara tidak langsung memberikan ruang kontrak jangka pendek dengan partai politik dan menumbuhkan pragmatisme dan keseragaman suara yang tidak sehat," lanjutnya.
Pemimpin yang lahir dari system dengan syarat threshold 20% adalah bukan pemimpin yang lahir murni dari pilihan rakyat, kata Mayasari, melainkan pemimpin dari hasil filter partai sesuai kepentingan masing masing, sehingga berdampak buruk terjadinya open legal policy terhadap UU.
"Suburnya kapitalis dan oligarki, jauh dari esensi dan marwah demokrasi pemilu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Di mana system pemilu demokrasi yang segarusnya memberikan kesempatan dan keterbukaan seluas luasnya untuk generasi yang potensial secara kompetitif sesuai kapabilitas dan integritas agar rotasi kekuasaan dapat berjalan fair dan sehat, jauh dari praktik politik dinasti, dominasi golongan, dan kapitalism yang merusak masa depan bangsa dan keadilan rakyat," ungkapnya.
Terlepas sebagai konsultan politik petinggi Gerindra, Mayasari berharap Prabowo bisa menjadi harapan baru dan bapak bangsa yang memperjuangkan dan menghidupkan kembali keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terutama rakyat kecil yang haknya sering dirampok oleh rampok intelektual berdasi di negeri ini.
"Kalau bukan sekarang kapan lagi mendobrak system yang salah kaprah yang merugikan rakyat terus menerus," pungkasnya.