Aktivis Perempuan Tak Terima Ibu Muda Jambi Disebut Predator Seks
- Kolase tvonenews
VIVA Jabar – Nama Yunita Sari Anggraini atau yang akrab disebut sebagai ibu muda Jambi masih tak lekang dari ingatan publik. Perempuan yang ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap 17 anak itu, sebentar lagi akan menjalani sidang, tepatnya pada Kamis, 20 Juli 2023 mendatang.
Menjelang sidang, sosok ibu muda Jambi itu kembali menjadi sorotan. Terlebih jumlah korban cabul yang dilakukannya mencapai belasan anak di bawah umur. Karena jumlah korban tersebut, ibu muda Jambi itu dijuluki predator seks.
Namun, sebuah komunitas aktivis perempuan yakni Beranda Perempuan Jambi sangat menyayangkan sebutan yang disematkan kepada Yunita. Sebab, menurut mereka, sebutan itu seolah menghakimi tanpa mau mengerti kondisi dan latar belakang sosial yang menjadi tempat tinggal Yunita.
Direktur Beranda Perempuan Jambi, Zubaidah, menyayangkan berbagai pihak yang menyematkan sebuat kurang etis kepada Yunita tanpa memahami kondisi sosialnya. Bahkan, menurut Zubaidah, mereka seolah enggan memahami latar belakang sosial Yunita padahal itu sangat berpengaruh.
"Kekerasan seksual ini bukanlah yang pertama terjadi di kampung tempat YSA tinggal. Kampung itu adalah permukiman baru yang tak tertata serta banyak dihuni anak jalanan, termasuk anak-anak yang diduga memerkosa YSA," ungkap Direktur Beranda Perempuan Jambi, Zubaidah pada Sabtu, 15 Juli 2023 lalu.
Tak hanya itu, Zubaidah juga menyinggung soal kata 'hypersex' yang dialamatkan pada ibu muda Jambi itu. Menurut Zubaidah, kata tersebut harus disertai dengan hasil pemeriksaan psikologi klinis.
"YSA dan suaminya dapat dilakukan pemeriksaan oleh para ahli, misalnya seksolog dan psikolog untuk memberikan analisa atas segala tuduhan yang mengatakan bahwa YSA sebagai penjahat seksual," lanjutnya.
Di sisi lain, eksepsi Yunita atas dakwaan persetubuhan dengan tipu muslihat dan kebohongan terhadap anak ditolak oleh majelis hakim. Penasihat hukum Yunita, Alendra mengatakan bahwa salah satu poin eksepsi adalah diskriminasi dan penghakiman atas kliennya hingga ditetapkan menjadi terdakwa.
Alendra menegaskan, Yunita telah melaporkan diri sebagai korban atas dugaan pemerkosaan oleh 8 orang ke Polresta Jambi. Namun, Yunita disebut tidak pernah mendapat pendampingan maupun hak-haknya sebagai korban kekerasan seksual.
"Pelaporan balik yang dilakukan YSA seharusnya tidak menghilangkan haknya sebagai korban untuk mendapatkan pelayanan terpadu sebagaimana dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam UU TPKS, korban mendapatkan hak atas penanganan pelayanan kesehatan, penguatan psikologis, dan akses terhadap dokumen hasil penanganan. Namun, hak-hak YSA tidak terpenuhi baik di pemeriksaan maupun persidangan," terangnya.