Gaharu, Aksi Nyata Kepedulian Putra Daerah terhadap Lingkungan
- screenshoot by Viva
VIVA Jabar - Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam tropis yang melimpah, memiliki keadaan iklim yang menguntungkan untuk pertumbuhan kayu gaharu, kayu termahal di dunia. Persebaran pertumbuhan gaharu yang signifikan terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). NTB memiliki kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan pohon Aquilaria, produsen gaharu. Pulau Lombok, salah satu wilayah di NTB, terkenal dengan pertumbuhan gaharunya. Di daerah-daerah seperti Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat, pohon Aquilaria dapat tumbuh dengan baik. Kondisi iklim tropis dan tanah subur di daerah ini menciptakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan gaharu.
Meskipun NTB memiliki potensi alam yang sangat baik untuk menjadi tempat tumbuhnya pohon gaharu, yang merupakan pohon termahal di dunia, namun wilayah ini memiliki kondisi alam yang memprihatinkan, terutama tanah yang kering dan tandus. Kondisi ini menjadi motivasi bagi Maharani, seorang pria kelahiran Lombok Tengah 43 tahun yang lalu, untuk menghijaukan kembali lahan yang tandus tersebut. Berangkat dari sini, Maharani bahkan rela melepaskan pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering Tropika Universitas Mataram.
Berdasarkan data yang diakses pada laman BPS, Provinsi Nusa Tenggara Barat tercatat memiliki luas lahan kritis sekitar 444,409.19 ha tanah. Angka ini meliputi 181,188.66 ha lahan kritis Dalam Kawasan Hutan dan 263,220,53 ha lahan kritis Luar Kawasan Hutan. Data ini terakhir di update oleh BPS pada 11 November 2014 yang bersumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam hal ini, parameter yang digunakan dalam pengkategorian suatu lahan disebut lahan kritis adalah dengan melihat dari beberapa aspek penilaian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penilaian terhadap lahan yang dianggap kritis dalam suatu wilayah dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi keberadaan vegetasi permanen, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas, dan manajemen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kerusakan fisik, kimia, dan biologis pada lahan yang dapat mengancam fungsi hidrologis, orologis, pemukiman, produksi pertanian, serta kehidupan sosial ekonomi di sekitar wilayah yang terpengaruh.