Nasib Proyek BTS BAKTI Jadi Penentu Keberlanjutan Program Pemerataan Jaringan Internet

Ilustrasi Jaringan Internet, Upgrade 4G LTE Telkomsel
Sumber :
  • Screenshot berita VivaNews

VIVA Jabar – Program pemerataan jaringan internet nampaknya dapat ditentukan oleh nasib Proyek Base Tranciever Station (BTS) BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sayangnya, proyek yang dinaungi oleh Kominfo tersebut kini tersandung kasus dugaan korupsi.

Survei IPO Kepuasan Kinerja Presiden Jokowi dan Bupati Karna Sobahi di Majalengka Capai 96 Persen

Akibat kasus dugaan korupsi tersebut, berbagai wilayah khususnya yang terpencil harap-harap cemas untuk menerima pemerataan jaringan internet.

Pasalnya, terlepas dari dugaan korupsi yang menjerat proyek BTS BAKTI, pembangunan infrastruktur tersebut memegang peran penting dalam percepatan beberapa sektor utama seperti pendidikan, kesehatan, dan perekonomian wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit terjamah internet. 

Anggap Tapera Membebankan Pengusaha dan Pekerja, APINDO Jabar Rilis Surat Pernyataan

Ilustrasi jaringan internet

Photo :
  • viva.co.id

Di samping itu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengutamakan penyelesaian proyek pembangunan BTS yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kominfo.

Indonesia Vs Irak: Presiden Jokowi Optimis Tim Garuda Lolos ke Olimpiade 2024 Paris

Ada dua hal yang akan segera dilakukan oleh Menkominfo bersama Dirut BAKTI Kementerian Kominfo yang baru. Pertama adalah gerak cepat karena target tahun ini seluruh BTS harus selesai, dan kedua adalah menjaga governance supaya sesuai dengan tata kelola yang baik.

Berdasarkan data Kementerian Kominfo per Agustus 2023, program akses internet BAKTI kini telah mencapai 5.618 titik lokasi. Dengan rincian adalah 4.341 menara BTS sudah on air, 1.277 belum on air, dan 743 lokasi sedang dalam proses pembangunan.

Dari seluruh menara BTS yang belum on air, 530 di antaranya sudah siap on-air dan 534 lokasi belum dimulai pembangunan, di mana 519 di antaranya dikarenakan kondisi kahar keamanan dan 15 lokasi akibat kondisi geografis yang sulit.

Pemerataan akses internet di Indonesia memang masih menjadi tantangan besar karena masih banyak daerah yang belum terjangkau dengan jaringan internet baik itu wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) atau non 3T.

Ketua Yayasan Internet Indonesia, Jamalul Izza membeberkan beberapa kendala pemerataan internet sehingga sampai saat ini masih belum merata. Diantaranya kondisi geografis, keterbatasan fasilitas seperti daya listrik dan faktor biaya yang cukup besar.

“Kendala-kendala yang ada antara lain seperti kondisi geografis yang susah dijangkau, keterbatasan infrastruktur seperti daya listrik dan biaya yang lumayan besar menjadi faktor yang bisa menghambat pemerataan akses internet di Indonesia,” ujar Ketua Yayasan Internet Indonesia (YII), Jamalul Izza di Jakarta.

Jamalul Izza mengatakan, pembangunan BTS oleh BAKTI dapat menjadi salah satu solusi yang bisa menjangkau daerah-daerah 3T.

“Pembangunan BTS dari BAKTI ini jika diselesaikan sesuai rencana, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan meminimalisir masalah dalam layanan ketersediaan sinyal,” kata Jamal yang juga Ketua Umum  Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Periode 2015-2018 dan  Periode 2018-2021.

Jamal menyebut, walaupun dengan bersamaan pembangunan BTS di daerah 3T saat ini tersandung masalah hukum tersebut, tetap proyek ini harus diteruskan dengan pengawasan yang lebih baik. Karena jika proyek ini berhenti, maka yang akan sangat dirugikan adalah masyarakat yang berada di daerah 3T karena tidak mendapat akses internet.

Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Bambang Heru Tjahjono mengatakan, ekosistem ICT harus  benar-benar  bisa dimanfaatkan sebesar besarnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah 3T,  baik dari sisi peningkatan layanan publik seperti  pendidikan, kesehatan, ekonomi maupun untuk penanggulangan  kebencanaan.

Di sisi lain, Bambang Heru menambahkan bahwa pengembangan open RAN (Open Radio Access Network) sebagai teknologi yang mengintegrasikan semua teknologi akses radio baik itu 2G, 3G, 4G, 5G, dalam satu server, terutama di daerah tertinggal untuk meningkatkan akses konektivitas digital ke masyarakat. 

“Teknologi ini dibutuhkan sebagai dukungan bagi kemudahan dan pertumbuhan talenta digital dan produktivitas konten digital di daerah 3T,” tambah Bambang Heru yang juga menjabat sebagai INDiST Co-Founders.