Hakim Agung Bebaskan Terpidana Kasus Narkoba? MA: Itu Khilaf! Berikut Alasan-Alasannya

Ilustrasi narkoba
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Jabar Hakim Agung telah mengumumkan bahwa terpidana dalam kasus perdagangan narkoba bernama Muhammad Taufik dinyatakan bebas dari hukuman penjara selama 8 tahun. Mahkamah Agung menyimpulkan bahwa pembebasan tersebut terjadi karena terdapat kesalahan dalam proses penanganan kasus pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) oleh majelis hakim.

Eks Ketua MK Angkat Bicara Soal Putusan PK Kasus Mardani Maming

Pernyataan tersebut tercatat dalam dokumen PK yang dipublikasikan di situs resmi Mahkamah Agung dan dikutip pada Jumat, 1 September 2023 malam.

Gedung Mahkamah Agung

Photo :
  • Viva.co.id
Aktivis Anti Korupsi dan Pakar Hukum Kompak Ultimatum Kasus Mardani Maming

Kasus itu bermula ketika aparat penegak hukum melakukan penangkapan sejumlah orang yang terlibat perdagangan narkoba jenis sabu pada Januari 2021 jalur Aceh.

Setelah itu, aparat penegak hukum pun mencari tahu siapa sosok di balik perdagangan narkoba itu. Maka, terungkaplah Muhammad Taufik sebagai bandar narkoba. Dia ditangkap di rumahnya di kawasan Nusa Tenggara Barat dan telah diadili dengan berkas yang terpisah.

Hot News! 6 Artis Indonesia Terjerat Kasus Narkoba, Ini Daftarnya

Kemudian, pada 26 Oktober 2021 silam, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menjatuhi hukum 8 tahun bui kepada Muhammad Taufik. Dia divonis 8 tahun penjara karena terbukti melakukan percobaan/permufakatan jahat melakukan perdagangan narkotika golongan I bukan tanaman. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Banten ada 21 Desember 2021 dan di tingkat kasasi pada 25 Agustus 2021. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Sri Murwahyuni dengan anggota Gazalba Saleh dan Soltoni Mohdally.

Setelah itu, Muhammad Taufik justru mengajukan upaya hukum luar biasa. Upaya tersebut kemudian dikabulkan oleh hakim. Karena itulah MA menilai ada kekhilafan dalam pengabulan tersebut.

"Menyatakan terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum. Membebaskan terpidana tersebut oleh karena itu dari semua dakwaan," ujar hakim dilansir dari web MA.

Kala itu, adapun majelis hakim yang duduk dalam perkara tersebut yakni Suhadi dengan anggota Suharto dan Jupriyadi.

Ilustrasi pengadilan

Photo :
  • Pixabay

Majelis hakim PK itu membebaskan Muhammad Taufik dengan sejumlah alasan sebagai berikut :

- Bahwa untuk membuktikan dakwaan Penuntut Umum telah mengajukan 8 orang saksi, 3 di antaranya yang menerangkan telah menangkap Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana, inti keterangannya masing-masing sebagai berikut:

Bahwa Saksi 1. Muhammad Jerry Nugraha, Saksi 2. Wahyu Utomo dan Saksi 3. Ferdiwan yang satu sama lainnya memberikan keterangan yang sama bahwa Terpidana dilakukan penangkapan pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021 sekitar jam 13.00 WIB di kantor Polres Sumbawa Nusa Tenggara Barat;

Bahwa hasil keterangan terhadap Saksi Lalu Syarifudin alias Cai diketahui yang mengajak untuk mengambil barang yang diduga Narkotika jenis sabu di Provinsi Aceh kemudian dibawa ke Lombok, Nusa Tenggara Barat adalah Saksi Mika Anarti Septiawan alias Mikok (Perekrut) dan Saksi Widarto alias Toh (Pengendali Kurir) dengan imbalan keuntungan berupa uang. Keduanya ditangkap di rumahnya masing-masing di Lombok pada hari Jumat tanggal 8 Januari 2021;

- Bahwa pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021 sekira jam 13.00 WIB Saksi menangkap Terpidana Muhammad Taufik alias Opik bin Abdurrahman kemudian dibawa ke kantor Polres Kota Bandara Soekarno Hatta. Karena diduga sabu yang dibawa oleh Saksi Lukmanul dan kawan-kawan dari Aceh menuju Lombok adalah untuk diserahkan kepada Terpidana Muhammad Taufik alias Opik bin Abdurrahman;

Bahwa Saksi 4. Lukmanul Hakim bin Sadarudin dan Saksi 5. Lalu Sarifudin bin M. Yasin hanya menerangkan keberangkatannya ke Aceh untuk mengambil sabu, berangkat pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2021 setelah sampai di Aceh di kamar hotel sudah tersedia sabu dalam bentuk kapsul kemudian dimasukkan dalam tasnya masing-masing, besoknya kembali ke Lombok tetapi ketika transit di Jakarta saat melewati X-Ray ketahuan oleh petugas lalu ditangkap, tidak ada menyebut nama Terpidana yang saat itu berada di Sumbawa;

Bahwa demikian pula Saksi 6. Rodi Harianto bin Pahrul Zaini tidak kenal dengan Terpidana, bersama-sama dengan Saksi 4 dan Saksi 5 berangkat ke Aceh untuk mengambil sabu lalu tertangkap di Bandara Soekarno Hatta Jakarta karena membawa sabu;

Bahwa Saksi 7. Widarto alias Anto alias Toh alias Tua bin Wiranse tidak kenal Terpidana. Saksi diminta oleh Saksi Lalu Muhammad Dulkifli untuk mencari kurir yang akan berangkat ke Aceh untuk mengambil sabu;

Bahwa Saksi 8. Lalu Muhamad Dulkifli menerangkan pada bulan Desember tahun 2020 pernah ditanya oleh Terpidana melalui pesan singkat "apakah saksi memiliki stok persediaan Narkotika karena Narkotika yang ada pada Terpidana sudah habis", tetapi Narkotika yang dibawa Saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukanlah pesanan Terpidana, Narkotika tersebut tidak ada hubungannya dengan Terpidana;

ilustrasi penjara

Photo :
  • screenshot berita viva news

- Bahwa Terpidana mengakui pernah mengedarkan Narkotika jenis sabu di wilayah Lombok dan mendapatkan keuntungan tiap gram sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) tetapi sabu yang dibawa oleh Saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukan pesanan Terpidana;

- Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, meski Terpidana mengakui pernah mengedarkan sabu di Pulau Lombok tetapi Terpidana tidak ada hubungannya dengan sabu yang dibawa para saksi yang tertangkap di Bandara Soekarno Hatta, maka tidak adil jika Terpidana dipidana selama 8 (delapan) tahun penjara, sementara tidak diketahui berapa berat pesanan Terpidana, berapa besar dana yang Terpidana keluarkan untuk mengambil sabu dari Aceh, tidak terbukti besarnya jumlah sabu yang dibeli atau dikuasai Terpidana, dan kejadian di Jakarta pada waktu yang sama Terpidana ditangkap di Sumbawa.

"Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas dapat disimpulkan telah terjadi kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata judex facti dan judex juris telah memidana Terpidana tanpa bukti yang signifikan secara yuridis dalam perbuatan Terpidana," ujar hakim.