Jaringan Aktivis Anti Korupsi Nusantara Duga Ada Korupsi dalam Lingkaran Proyek Benoa LNG Terminal
- Istimewa
VIVA Jabar – Anak Usaha PTPLN(Persero), PT PLN Indonesia Power (IP) malah membiarkan penggunaan Field Replacement Unit (FRU) milik PT Pelindo Energi Logistik, dalam model kerjasama proyek Benoa LNG Terminal dan dugaan adanya persetujuan atas kerjasama Floating Storage dan Unit Regasifikasi (FSRU) Karunia Dewata milikJSK(Jaya Samudra Karunia).
Agus Satria Koordinator selaku Jaringan Aktifis Anti Korupsi Nusantara menjelaskan, bahwa Benoa LNG Terminal adalah terminal mini LNG pertama di Indonesia, yang dioperasikan oleh PT Pelindo Energi Logistik (PEL), sejak bulan Maret 2016.
“Saat ini Terminal LNG Benoa dioperasikan oleh konsorsium Midstream LNG Bali guna memenuhi kebutuhan gas sebesar 40 MMSCFD untuk pembangkit listrik tenaga diesel dan gas (PLTDG) di Pesanggaran, Bali,” jelasnya, Senin 26 Februari 2024.
Ditambahkan Agus Satria, bahwa Benoa LNG Terminal merupakan kerja sama antara PT Indonesia Power dengan PT Pelindo Energi Logistik sebagai afiliasi perusahaan PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo III) dengan nilai kontrak 500 juta dollar AS.
Untuk penyediaan infrastrukturnya, PT PEL menjalin kerja sama senilai Rp 100 juta dollar AS dengan Jaya Samudera Karunia Grup (JSK Grup), untuk membangun fasilitas FRU dan FRU (Floating Regassification Unit). Pada pertengahan tahun 2017, kemudian FRU tersebut dibeli oleh Pelindo III dengan harga yang dinilai terlalu mahal dari PT Benoa Gas Terminal,” paparnya.
Ditegaskan Agus, Akibatnya Terminal LNG Benoa sempat menjadi sorotan Menteri ESDM pada tahun 2017,karena biaya logistik (midstream fee)-nya dinilai terlalu mahal.
“Awalnya, dengan alasan mengejar waktu, Terminal LNG Benoa menggunakan infrastruktur penyimpanan dan regasifikasi yang terpisah dalam bentuk FSU dan FRU. Namun seiring waktu JSK mendatangkan FSRU yang menggabungkan fasilitas FSU dan FRU dalam satu platform,” paparnya.
Agus menegaskan, sampai saat ini FRU milik Pelindo III tersebut masih digunakan oleh PT Indonesia Power.
Padahal, seharusnya dengan masuknya FSRU Karunia Dewata, maka FRU tidak diperlukan. Sehingga dengan dipergunakannya FRU tersebut terindikasi adanya temuan kerugian negara. Ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas hasil pemeriksaan PT Indonesia Power terkait penggunaan FRU tersebut, tegasnya.
Untuk proses kerjasama, Agus melihat apa yang dilakukan oleh PT Indonesia Power dengan PT JSK, ditengarai tercium kongkalikong yang melanggar GCG, dimana fasilitas Benoa LNG Terminal yang seharusnya disediakan oleh PEL, kemudian fasilitas FSRU diambil alih oleh PT Indonesia Power, diketahui juga bahwa kerjasama Benoa Terminal LNG antara PT Indonesia Power dengan PT Pelindo Energi Logistik memiliki jangka waktu kerjasamanya selama 5 tahun.
“Namun PT Indonesia Power telah menandatangani kontrak kerjasama FSRU dengan PT Jaya Samudera Karunia Grup (JSK Grup), melebihi kontrak kerjasama induk (kontrak Benoa LNG Terminal) yang habis tanggal 28 Februari 2023. Padahal kontrak FSRU seharusnya disesuaikan dengan Kerjasama Benoa LNG Terminal,” terang Agus.
Berdasarkan informasi yang diterima, bahwa perihal ini telah diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Sprint-Lidik-69/Lid.01.000/01/07/2022 tanggal 4 Juli 2022 oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi Direktur Penyelidikan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI , mengenai proses pengadaan Terminal LNG Benoa yang dilakukan antara PT Indonesia Power dan PT Pelindo Energi Logistik (PEL).
“Apakah saat ini dengan kehadiran FSRU Karunia Dewata telah mengurangi atau tidak biaya logistik gas yang dikeluhkan Menteri ESDM? Yang pasti, dengan masuknya FSRU Karunia Dewata, maka FRU seharusnya sudah tidak diperlukan di Terminal LNG Benoa. Lalu, apakah prinsip Good Corporate Governance telah dilakasankan oleh PLN Group melalui PT Indonesia Power dan Pelindo Group melalui konsorsium Midstream LNG Bali?, " paparnya.
Agus menilai bahwa kerjasama yang dimaksud adalah dalam hal penggunaan FRU, dan pelaksanaan pengadaan kerjasama dengan PT Jaya Samudera Karunia Grup (JSK Grup) dengan PLN Group melalui PT Indonesia Power dan Pelindo Group.
“Dengan adanya proses Penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi, seyogyanya jangan menyalahkan masyarakat akan berpendapat bahwa proses bisnis tersebut ibarat lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya,” pungkasnya.