Kampung di Cirebon Terjebak di Lingkungan Air Kotor Selama Puluhan Tahun
- Istimewa
Jabar, VIVA – Warga Desa Guwa Lor di Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon Jawa Barat menghadapi kesusahan akses air bersih sudah puluhan tahun untuk kebutuhan rumah tangga dan aktifitas pertanian. Bahkan, meski tersedia sistem irigasi, air yang dihasilkan kurang layak digunakan.
YBM Brilian bersama Rumah Amal Salman turun tangan dengan program penyediaan air bersih berbasis komunal memanfaatkan sumber air dangkal (freatis) mengadaptasi pendekatan Water, Sanitation, and Hygiene (WASH).
Pengurus Rumah Amal Salman ITB, Mipi Ananta Kusuma menjelaskan, program WASH ini menggunakan Teknologi Filter Aktif yang dimodifikasi Dosen Teknik Lingkungan ITB, Dr James Nobelia.
Teknologi diterapkan pada titik sumber mata air yang baru ditemukan warga dengan alat pendeteksi mata air. Air yang disedot dari dasar tanah, akan melewati proses filterisasi aktif. Dalam proses ini, air yang semula memiliki kandungan besi tinggi, asin, bau, dan kotor, menjadi bersih dan layak dikonsumsi.
Setelah melewati filterisasi aktif, air akan ditampung ke dalam dua tangki berkapasitas 80 meter kubik, yang masing-masing tanki berkapasitas 40 meter kubik. Air bersih kemudian dikirimkan ke menara, yang kemudian didistribusikan ke rumah warga dengan menggunakan sistem looping. Kadar dan kandungan air bersih usai filterisasi ini juga tidak akan berubah ketika tiba rumah warga, karena dialiri menggunakan pipa sehingga kualitas sangat terjaga.
"Kami dengan teman-teman ITB Dr James Nobelia, mendesain sistem dari pemompaan, filterisasi, terus disimpan di tanki, kemudian dikirim ke menara untuk didistribusikan ke rumah warga. Saat ini baru satu sumur, harapannya bisa berkembang," kata Mipi sesaat setelah peletakan batu pertama.
Pada tahap awal, ada sekitar 350 rumah yang dihuni 1.600 warga, akan mendapatkan manfaat. Mereka berada pada jarak radius sekitar 500 meter dari titik pusat instalasi Program WASH. Mereka tidak akan lagi menggunakan air irigasi yang kotor seperti yang dilakukan bertahun-tahun. Untuk tahap awal, dana yang dikeluarkan Rp 600 juta.