Al-Zaytun Ponpes Yang Pernah Melakukan Penyanderaan Murid Karena Tak Bayar Sekolah
- Screenshot berita VivaNews
VIVA Jabar - Ponpes Al-Zaytun Indramayu Jawa Barat dikabarkan pernah menyandera dua orang santri berinisial IF dan PR. Keduanya disandera oleh Yayasan Pesantren Indonesia Al Zaytun, lantaran belum membayar uang sekolah yang mencapai Rp43 juta. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2017.
Melansir dari viva.co.id, Ayah dari kedua santri tersebut, PB, adalah mantan karyawan Al Zaytun yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak pada akhir Desember 2016 lalu.
Atas penyanderaan itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyarti angkat bicara. Ia pun ikut memperjuangkan nasib kedua orang tua santri.
Retno menjelaskan, ayahnya saat ini sedang memperjuangkan haknya ke berbagai instasi pemerintah terkait, akibat mengalami perlakuan sewenang-wenang dari Al Zaytun.
"IF (kelas XII di MA) dan PR (kelas IX di MTs) kini masih disandera. Ayahnya belum mampu membayar tagihan sekolah putra-putrinya Rp43 juta, karena dipecat sepihak oleh Al Zaytun," kata Retno, melalui keterangannya, Minggu, 28 Mei 2017 dilansir dari viva.co.id.
Saat itu, setelah Ujian Nasional (UN), IF seharusnya diperkenankan pulang ke rumah terhitung 24 April 2017. Artinya, ia sudah disandera selama 33 hari.
Sementara PR diperkenankan pulang pada 14 Mei, berarti sudah disandera selama 13 hari. Namun, hingga Minggu, 28 Mei 2017, keduanya tidak mendapatkan hak pulang dan menjadi sandera pihak Al Zaytun sampai orangtuanya bisa melunasi seluruh tagihan.
"Padahal orangtuanya tidak memiliki kesanggupan karena di-PHK Al Zaytun," paparnya.
Ia mengungkapkan, FSGI akan melaporkan penyaderaan ini ke Kementerian Agama dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) secepatnya.
“Surat pengaduan akan disiapkan. Jika memungkinkan Senin siang (besok) kami akan datangi KPAI dan juga Kemenag agar kedua instansi tersebut segera bertindak menyelamatkan anak-anak yang disandera," ujarnya.
Tak hanya PB, ada sekitar 116 guru dan karyawan korban PHK sepihak Al Zaytun yang memiliki putra putri yang bersekolah di sana.
Sejak di-PHK sepihak, PB tidak lagi menerima gaji dan tidak juga diberi pesangon meski sudah mengabdi hampir 11 tahun. Inilah yang menyebabkan PB tidak memiliki kemampuan ekonomi membayar biaya sekolah putra putrinya karena selama ini dipotong dari gajinya sebagai karyawan.
Retno mengungkapkan kekhawatiran, sebab pada 8 Juni mendatang saat pembagiaan rapor, santri dari para guru lainnya yang mengalami PHK juga akan mengalami penyanderaan.