MUI Proses Finalisasi Fatwa Soal Indikasi Kesesatan di Ponpes Al Zaytun
- Kolase tvOne
VIVA Jabar – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI dalam proses finalisasi untuk memberikan fatwa terhadap polemik Pondok Pesantren Al Zaytun. Cholil mengatakan, ada 3 indikasi sebenarnya yang bisa dilihat dari polemik Al Zaytun ini.
Pertama, berkenaan dengan penodaan terhadap agama dan penodaan terhadap keyakinan, yang kedua berkenaan dengan kesesatan yang bisa mendapatkan indikasinya, dan yang ketiga berkenaan dengan penyimpangan.
"Nah ini dirumuskan oleh kita yang nanti akan ditentukan menjadi Fatwa," kata Cholil yang dikutip Sabtu, 1 Juli 2023.
Cholil mengatakan, MUI pasti akan memberikan jawaban ketika ditanya mengenai suatu perkara termasuk jika diminta memberikan fatwa.
"Pasti Kami menjawab, sama dengan orang minta fatwa kepada kami, kami juga pasti keluarkan tapi setelah proses ‘tashawwurul masalah’, setelah masalah bisa dikuasai penuh oleh kita, sebisa mungkin kita pasti menjelaskan. Karena tak boleh ’Ta'khirul bayan an waqtil hajah’, tidak boleh kita lambat menjelaskan di waktu yang diperlukan," ujar Cholil.
MUI sejauh ini masih dalam proses meneliti apa yang disampaikan Panji Gumilang yang saat ini menjadi kontroversi. Setelah itu, berikutnya MUI akan mendalami mengenai Ponpes Al Zaytun termasuk apa yang diajarkan. "Bisa yang berikutnya tergantung pada tadi Istifta' permintaan fatwa orang kepada Majelis Ulama Indonesia," ujarnya.
Dalam konteks Al Zaytun, salah satu hal yang disoroti oleh MUI adalab mengenai tata cara salat berjamaah dimana shaf salat bercampur antara laki-laki dan perempuan. Selain itu shaf salat juga renggang dan tidak rapat.
"Dalam konteks Al Zaytun, ‘Tafassahu fil majalis’ itu pada dasarnya itu kan tafsirnya dia tidak boleh tafsirkan untuk salat, karena salat sudah ada (dalilnya) ‘Sollu kama roaitumuni usolli’, kalau salat di physical distancing masuk pada penyimpangan," kata Cholil.
Kemudian, mengenai shaf salat lelaki dan perempuan yang digabung dalam satu shaf salat yang sama, hal itu mengindikasikan ada kesesatan.
"Ketika menafsirkan tafsir, lalu digabungkan dengan cara sendiri tidak ikut pagu, atau kaidah yang ada pada kitab tafsir, kemudian dikaitkan dengan umpamanya (kalimat) muslimin dan muslimat, mukminin-mukminat, kemudian itu berarti kalau salat kita beriringan, itu kan tidak ada pagunya," kata Cholil.
"Nah kerangka-kerangka menafsirkan seperti ini kita menyebutkan adalah kesesatan. Karena di dalam kriteria yang disepakati oleh Majelis Ulama Indonesia dengan ormas Islam, ada 10 kriteria Ini masuk nih," ujar Cholil.
MUI juga meneliti mengenai polemik ada atau tidaknya penodaan agama dari permyataan yang disampaikan Panji Gumilang. Menurut Cholil, ucapan Panji Gumilang bisa sangat mungkin mengandung unsur penodaan agama.
Ucapan Panji yang disorot Cholil yakni ketika Pimpinan Ponpes Al Zaytun itu menyebut Al Quran bukan firman Allah, melainkan hanya perkataan Nabi Muhammad dan khawatir Allah tak akan mengerti dengan perkataan orang Indramayu.
"Intinya adalah mempersonifikasi Allah kepada kita, sehingga Allah tidak mengerti apa yang ada di kita. Sementara (dalam aqidah Islam) Allah kan 'alimun bagi kita. Ini (permyataan Panji Gumilang) jadi bagian dari banyak penodaan, itu kan penistaan, penistaan itu adalah merendahkan, sementara Allah itu maha tahu. Lah ini indikasi sekali lagi indikasi yang sedang kita rumuskan," ujar Cholil.
Cholil mengatakan, dalam mengeluarkan sebuah fatwa, MUI akan berbasis pada istiqro dari istifta' dari proses penelitian dari orang yang minta fatwa kepada MUI. Kemudian berdasarkan permintaan fatwa itu, MUI akan melakukan penelitian sebelum memberikan fatwa.
"Nah sekarang dalam proses finalisasi dalam fatwa itu, makanya saya bilang pekan ini mudah-mudahan bisa diselesaikan. Mungkin paling lambat minggu depan, mudah-mudahan minggu ini sudah keluar jadi kita sudah mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian itu," ujarnya.