Sikapi Kekhawatiran Masyarakat, Dua Praktisi Teknologi Informasi Komunikasi Rilis Buku ABCDX

Rilis buku abcdx
Sumber :
  • Screenshot

Viva Jabar –Teknologi awalnya digunakan untuk membantu keinginan manusia dan mempermudah aktifitas mereka. Sejalan dengan itu, Semakin maju teknologi, semakin efisien. Tapi, kenyataan lain, masyarakat khawatir dengan adanya Artificial Intelegence (AI). Pasalnya, mereka beranggapan SDM akan tergantikan oleh robot pintar. Salah satu contoh yang baru-baru ini trend adalah ChatGPT. 

AI Tentukan Indonesia di Masa Depan

Sebagai informasi tambahan, Yuval noah Harari menulis tentang Frankentein yang ditulis Mary Shelley pada tahun 1818. Ia merupakan kisah,Tulis Yuval, Ilmuwan yang menciptakan Mahluk buatan yang lepas kendali dan menimbulkan kekacauan. Masyarakat khawatir hal itu terjadi. 

Menanggapi kekhawatiran masyarakat, seperti yang telah dilansir dari beberapa sumber, Ketua Indonesia AI Society Lukas, Chief. Mengatakan belum tentu teknologi AI bisa gantikan SDM sepenuhnya. 

NXT CX Summit ke-9: Meningkatkan Customer Experience di Indonesia Tak Hanya Melalui AI

Sebagai tambahan informasi yang dihimpun tim viva, Encyclopaedia Britannica, revolusi industri dalam sejarah modern adalah proses perubahan dari ekonomi agraris dan kerajinan ke industri serta manufaktur mesin. 

Proses revolusi industri pertama dimulai sejak abad ke-18 di Inggris tahun 1760-1840. Peralihan dalam penggunaan tenaga pada industri tekstil. Revolusi ini dimulai dari Beitania raya, kemudian ke seluruh eropa, Amerika utara, Jepang dan Seluruh Dunia.

Pemilu 2024 Dihantui Konten Palsu 'Deepfake', Kualitas Demokrasi Terancam

Dari Revolusi 1.0 awal mula mesin uap itu muncul, tenaga manusia sudah mulai dikurangi dan proses produksi mulai meningkat dengan efisien dan efektif. Hingga Revolusi 4.0 yang Menurut Kanselir Jerman yaitu Angela Merkel pada tahun 2014, menurutnya revolusi tersebut sebagai sebuah transformasi komprehensif dari segala aspek produksi yang terjadi di dunia industri melalui penggabungan antara teknologi digital serta internet dengan industri konvensional.

Untuk menanggapi hal itu juga, dua praktisi tekonologi informasi komunikasi ( TIK) merilis sebuah buku yang berjudul " ABCD....X:Xperience Matters, Teknologi untuk Peradaban Digital" di Jakarta, pada hari kamis, 15 Mei 2022. 

Menurut Sri Safitri yang juga adalah Head of Digital Vertical Ecosystem PT Telkom Indonesia, kecerdasan buatan yang tengah naik daun seperti ChatGPT pun tergantung dari perasaan dan akal manusia yang mengendalikannya. 

"Jangan pernah lupakan bahwa rumpun ChatGPT yakni artificial intelligence, itu ada kata art di bagian depannya. Ada kata seninya, dan itu semua hanya akal dan perasaan dari manusia yang bisa mengendalikannya,” katanya. 

Hadir dalam Launching buku tersebut, Para Tokoh TIK Indonesia lainnya seperti Direktur Digital Business PT Telkom Indonesia Fajrin Rasyid, Dirut Allo Bank Indra Utoyo, Prof Hamman Riza ( Ketua Umum KORIKA/ Ketua BPPT 2019-2021), Rektor Tel-U ProF Adiwijaya Koesmarihati ( Dirut Telkomsel 1995-1998), EVP Digital Business PT Telkom Indonesia Komang Aryasa dan lainnya. 

Buku setebal 190 halaman dan ber-ISBN 978-623-5466-45-3 itu terdiri atas 7 bab. Diawali dengan pembasan terkait situasi kondisi selepas pandemi, buku kemudian membahas A (Artificial Intellegence), B (Blockchain), C (Cloud Computing), D (Data Science), X (Customer Xperience), serta konklusi-insight. 

Menurut Sri, kehadiran aneka teknologi itu harus digenapi sisi pengalaman terbaik bagi masyarakat dengan simplikasi proses bisnis. Negara Timur Tengah sudah punya seperti Arab Saudi punya Wakil Menteri Bidang CX yang bermakna apapun teknologinya, harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik.

Cahyana Ahmadjayadi, penulis buku yang pernah menjadi Dirjen Aptika Kementerian Kominfo dan Komisaris PT Telkom ini menambahkan, pengalaman pengguna sangat penting ketika teknologi sudah berkembang menjadi mesin yang bisa belajar (thingking machine). 

“Manusia memang ciptaan Ilahi yang berakal, tapi teknologi bisa mempelajari cara berakal dengan kecepatan 100 kali lebih cepat. Karena itu, apapun kecepatan eksponensial teknologi, tetap ujungnya bagaimana pengalaman pengguna dengan itu,” katanya. 

Apa yang relevan 5-10 tahun lalu tidak akan relevan hari ini atau di tahun-tahun berikutnya. Pun, pengalaman menunjukkan bahwa profesi yang digeluti manusia tidak akan hilang begitu saja atau tergantikan dengan adanya artificial intelegence ( AI). 

Rektor Tel-U Prof Adiwijaya mengatakan, spirit konsep Society 5.0 yang banyak diterapkan negara maju. Menurutnya, tetap menerapkan teknologi yang berpusat pada manusia. 

"Orang belajar akunting di kampus 4 tahun, kemudian katanya digantikan apps. Ini memang keniscayaan, akan tetapi jangan lupa kalau apps tidak akan faham logika dan konteks soal modal bergulir, kapan harus menyertakan modal. Konteks ini hanya dimiliki manusia,” pungkasnya.