Dedi Mulyadi Minta Proyek Kebun Sayur Sebabkan Banjir Lumpur di Subang Dihentikan

Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jabar – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dibuat geram saat melakukan kunjungan kerja di lokasi alih fungsi lahan PTPN VIII yang mengakibatkan banjir lumpur di Desa Curugrendeng, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

Belajar Usaha Nasi Goreng ke Ciater, Raka Malah Jadi Korban Tragedi Maut Bus Study Tour

Saat melakukan tinjauan langsung ke lapangan Kang Dedi Mulyadi (KDM) melihat lahan perkebunan teh sudah gundul karena akan diubah menjadi perkebunan hortikultura. Bebatuan yang berada di sekitar lokasi pun telah diangkat.

“Ini kalau hujan airnya deras mengalir ke desa yang ada di bawah,” ujar KDM.

Dedi Mulyadi Apresiasi Ade yang Matikan Mesin Bus Usai Kecelakaan di Ciater

Rencananya alih fungsi lahan tersebut akan ditanami oleh berbagai sayuran, kentang dan umbi-umbian lain. Hal tersebut akan membuat daya ikat tanah menjadi lemah. Ditambah dengan penggunaan obat kimia yang menjadikan tanah semakin lemah.

Menurut Kang Dedi sejak dulu Belanda sudah membuat perencanaan yang baik dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai perkebunan teh yang memiliki daya ikat tanah sangat kuat.

Imbas Kecelakaan Ciater, KDM Minta Pemerintah Tegas Larang Study Tour dan Usut Pelanggaran PO Bus

“Jadi kalau sekarang mengubah jadi sayuran,. kita tidak mengerti pembangunan. Kita bukan berpikir sekarang tapi jangka panjang. Kasus kemarin di Puncak juga habis, Garut juga se-desa (bencana),” ucapnya.

Belum lagi jika nantinya sayuran ditutup dengan plastik yang akan membuat air terbuang tidak menyerap ke tanah. “Areal ini seperti tidak ada perencanaan yang tepat. Areal yang begitu indah sekarang jadi berantakan. Dulu kanan kiri teh,” kata KDM.

Saat ini lahan yang dikerjasamakan dengan PT Bintang Pratama Sentosa itu telah dilakukan clearing atau pembersihan seluas 4 hektare. Dari proses tersebut sudah menimbulkan berbagai dampak seperti banjir yang kini semakin meluas hingga ke Purwakarta.

KDM mengatakan, kawasan tersebut sejak dulu dikenal sebagai kawasan wisata alam. Namun jika alam sudah rusak maka tidak akan ada lagi pelancong yang mau datang.

“Sekarang tanah negara seperti dikavling-kavling tidak satu kesatuan. Kalau memang tidak ada uang untuk pengelolaan gampang, tinggal reboisasi saja tanami pohon, dijadikan hutan lagi saja,” ucapnya.

Sementara itu Dirjen PDASHL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dyah Murtiningsih menyebut lokasi tersebut sebagai hulu yang memiliki fungsi menjaga keseimbangan di hilir. Dalam hal ini pepohonan dan perkebunan teh bisa mengikat tanah agar tidak erosi.

“Kalau dilihat tanah di sini juga menurut kami tidak cocok untuk pertanian. Dari PT Bintang ini juga belum ada persetujuan lingkungan,” ujar Dyah.

Di tempat yang sama perwakilan PT Bintang Pratama Sentosa mengklaim berbeda dengan perusahaan lain. Mereka mengklaim sudah memiliki site plan terkait lingkungan.

“Kami punya site plat tidak seperti yang Kang Dedi bilang seperti di Garut. Kami dari perusahaan punya site plan,” kata perwakilan tersebut.

“Bapak pakai site plan tapi kok banjir lumpur di desa. Kalau saya mau pakai teori apapun memang ini bukan peruntukan,” timpal KDM.

Saat ditanya perizinan perwakilan perusahaan itu juga mengaku telah mengantonginya. Bahkan mereka mengklaim telah mendapatkan Amdal yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Subang.

Namun klaim tersebut langsung dibantah oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Subang Hidayat yang juga berada di lokasi. Ia menegaskan pihaknya belum pernah mengeluarkan izin apapun termasuk Amdal yang diklaim oleh perusahaan.

“Kami tidak mengeluarkan Amdal, kami tidak sembarangan mengeluarkan itu,” kata Hidayat.

“Berarti ini ilegal dong?,” tanya Kang Dedi.

Menanggapi hal itu Hidayat kembali menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan camat setempat dan sepakat untuk tidak mengeluarkan dokumen apapun termasuk Amdal.

“Menurut saya ini ilegal dan kami menyarankan ini untuk dihentikan,” tegas Hidayat.

“Kalau ini ilegal hentikan, police line,” pungkas Kang Dedi Mulyadi geram.