Kian Marak Sunscreen Ber-SPF Abal-Abal, BPOM Bertindak Sentil Para Influencer
- screenshoot by Viva
Reri menegaskan bahwa promosi kosmetik yang dilakukan influencer di media sosial ini, harus benar-benar memahami kandungan medis dari produk yang dipromosikannya. Aturan mempromosikan kosmetik juga harus diterapkan sehingga tak asal memberi ulasan untuk sekadar viral.
"Harus patuh pada aturan, jangan pansos untuk mendapatkan likes sebanyak-banyaknya, tapi mendiskreditkan penyampaian informasi yang tidak benar kepada masyarakat," tegas Reri.
Lebih dalam, Reri menjelaskan bahwa BPOM sudah bekerjasama dengan berbagai pihak agar promosi produk kosmetik bisa sesuai aturan sehingga memberi manfaat pada masyarakat. Dengan begitu, produk lokal yang dipromosikan oleh influencer dan beauty enthusiast di media sosial juga tak akan membahayakan penggunanya.
"Kerjasama dengan seluruh asosiasi ke depan kita perkuat dengan BPOM RI, mengawal daya saing produk lokal Indonesia tidak bekerja sendiri. Review-review yang tidak bertanggung jawab itu luar biasa," imbuhnya.
Sebelumnya, kosmetik tabir surya dengan klaim SPF, wajib di notifikasi di BPOM dan dievaluasi dengan penekanan pada aspek keamanan, manfaat, dan mutu produk. Evaluasi juga mencakup pemenuhan persyaratan cara pembuatan kosmetik yang baik dan formula, untuk memastikan bahan dan proses yang digunakan telah memenuhi peraturan.
Pengujian untuk mendapatkan gambaran nilai SPF, dapat dilakukan melalui dua metode uji yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Uji in vitro dilakukan menggunakan alat spektrofotometri ultra violet (UV). Uji ini digunakan sebagai uji pendahuluan (pre-eliminary) untuk menentukan perkiraan nilai SPF tabir surya dan belum dapat belum dapat dijadikan acuan untuk menetapkan nilai SPF.