Begini Tanggapan PB IDI Soal Praktik Aborsi Ilegal di Kemayoran
- U-Report
VIVA Jabar – Heboh penggerebekan sebuah rumah kontrakan di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, yang ternyata dijadikan tempat praktik aborsi ilegal. Pihak kepolisian kini sudah mengamankan pelaku beserta pasien yang terlibat dalam praktik ini.
Menanggapi kasus aborsi ilegal ini, Ketua Bidang Advokasi dan Legislasi PB IDI, Dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K) menjelaskan pihaknya tidak mengetahui betul bagaimana pelaku melakukan tindakan medis terhadap para pasiennya. Tetapi, kegiatan aborsi seharusnya dilakukan oleh orang yang berkompetensi dan punya izin resmi untuk melakukannya.
"Kegiatan aborsi ini harus dilakukan oleh orang yang punya kompetensi dan wewenang. Ini penting sekali karena kita tahu semuanya harus dilakukan atas dasar indikasi bahkan dilakukan secara prosedur," kata Dokter Ari, dalam pernyataannya, Jumat 30 Juni 2023.
Ada berbagai prosedur medis yang harus dilakukan dengan hati-hati sebelum melakukan tindak aborsi maupun perawatan yang dilakukan setelah melakukannya. Namun, hal itu hanya diketahui oleh orang yang sudah dibekali ilmu kesehatan agar bisa menjamin keselamatan para pasien.
"Prosedurnya itu harus dimulai dari pra-tindakan sampai setelah tindakan. Dan ini penting sekali karena semua tujuannya untuk tindakan pasien," tambahnya.
Sepeti yang tertera dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 75 ayat 2, tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Mengacu pada UU tersebut, Dokter Ari menegaskan ada banyak resiko medis dari praktik aborsi ilegal yang justru akan membahayakan nyawa pasien.
"Hal-hal yang menyangkut resiko ini tentunya resiko medis terhadap ibunya, resiko pendarahan, resiko pembiusan," ujarnya.
Selain itu, ada juga dampak negatif terhadap kejiwaan pasien yang mungkin dialami pascaaborsi. Biasanya, calon ibu yang menggugurkan kandungannya dengan sengaja justru akan merasakan tekanan batin tersendiri hingga perlu mendapatkan bantuan profesional untuk menyelesaikannya.
Maka dari itu, untuk meminimalisir resiko-resiko tersebut, praktik aborsi sebaiknya dilakukan pada fasilitas resmi yang sudah memiliki izin praktik dari pemerintah.
"Ada resiko terhadap kejiwaan jadi mental pasien-pasien yang melakukan aborsi ini juga perlu dilakukan suatu pembinaan, pelayanan yang cukup baik. Inilah pentingnya kegiatan ini dilakukan di fasilitas-fasilitas yang baik dan ditunjuk oleh pemerintah," kata Dokter Ari.
Dalam upaya mengurangi tindak kriminalitas terkait aborsi ini, Dokter Ari meminta pemerintah dari semua bidang termasuk Kementerian Agama, Kementerian Sosial, hingga Kementerian Kesehatan untuk bekerjasama mengedukasi masyarakat soal bahaya melakukan aborsi secara ilegal.
"Kami dari profesi siap membantu, siap mendampingi, bersama-sama untuk menjalankan hal tersebut," katanya.
"Ini harus diedukasi agar ini tidak terjadi yang akhirnya menjadikan masalah-masalah kriminal seperti ini," tandas Dokter Ari.