Divonis 4 Tahun Penjara, Mantan Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna Tulis Surat, Begini Isinya
Dari uang yang diminta sdr. Robin sebesar Rp 507.390.000 (lima ratus tujuh juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) itu antara lain Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah)nya adalah uang dari sumbangan teman-teman SKPD dan camat yang dikumpulkan melalui pak Sekda sesuai dengan fakta persidangan, dimana para saksi-saksi + 20 (dua puluh) lebih saksi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) mereka mengatakan bahwa sumbangan-sumbangan itu atas perintah pak Sekda.
Tidak ada perintah langsung dari Walikota (Ir. H. Ajay Muhammad Priatna, M.M.). Dan uang sumbangan tersebut buat oknum KPK bukan untuk Walikota (Ir. H. Ajay Muhammad Priatna, M.M.). Dan sisanya Rp. 257.000.000 (dua ratus lima puluh tujuh juta rupiah) adalah uang pribadi saya (Ir. H. Ajay Muhammad Priatna, M.M.).
Jadi darimana saya dapat/menerima gratifikasinya? Jangankan menikmati, nombok malah karena yang dikasih ke Sdr. Robin Rp 507.390.000 (lima ratus tujuh juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah), sedangkan dari pak Sekda Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan dari uang pribadi saya Rp 257.000.000 (dua ratus lima puluh tujuh juta rupiah). Jadi darimana Gratifikasinya? Saya tidak menikmati uangnya untuk kepentingan pribadi.
Pada hari Senin tanggal 10 April 2023, tibalah saatnya saya untuk mendengar putusan Majelis Hakim PN Bandung yang mengadili perkara ini. Setelah sebelumnya dituntut oleh Penuntut Umum KPK yaitu Sdr. Tito Jaelani, dkk pidana penjara selama 8 tahun, denda sebesar Rp 200 jt, uang pengganti sebesar Rp 250 jt dan pencabutan hak politik selama 5 tahun, maka Majelis Hakim pun menjatuhkan putusannya yaitu pidana penjara selama 4 tahun, denda sebesar Rp 200 jt, dan pencabutan hak politik selama 2 tahun.
Sungguh putusan yang sangat tidak adil bagi saya dan menciderai rasa keadilan masyarakat. Majelis Hakim sama sekali tidak melihat dan mempertimbangkan fakta persidangan yang merupakan fakta hukum sebagai dasar menjatuhkan putusan. Akibatnya putusan pun terkesan dipaksakan, mau membebaskan saya takut karena berhadapan dengan KPK, akhirnya dicari-cari pertimbangan supaya tetap menghukum saya, setidaknya setengah dari tuntutan Jaksa KPK.
Padahal Majelis Hakim sudah tidak sependapat dengan Dakwaan Kumulatif Kesatu alternatif Pertama yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a, maka seharusnya saya dilepaskan dari dakwaan dan tuntutan Jaksa KPK, bukan malah mencari alternatif lain yaitu divonis melanggar Dakwaan Kumulatif Kesatu alternatif Ketiga yaitu Pasal 13, memberi hadiah kepada Stefanus Robin Pattuju. Hadiah apa? Atas dasar apa Stefanus Robin Pattuju diberi hadiah? Apa yang sudah dilakukannya sebagai penyidik KPK terhadap saya, sehingga saya memberikan hadiah? Korban penipuan dan pemerasan, malah dianggap memberi hadiah. Sungguh tidak masuk akal dan logika, bahkan sama sekali tidak sesuai dengan fakta hukum dalam persidangan.
Kemudian saya dinyatakan melanggar Pasal 12B, yaitu menerima Gratifikasi dari para PNS Kota Cimahi sebesar Rp 250 jt. Padahal sudah jelas disampaikan para saksi, uang tersebut dikumpulkan pak Sekda untuk diberikan kepada oknum KPK yaitu Stefanus Robin Pattuju, bukan untuk kepentingan pribadi saya. Lagi-lagi putusan yang sangat dipaksakan oleh Majelis Hakim demi memuaskan tuntutan KPK dan menghindari pemeriksaan KY dan MA. Saya percaya, putusan yang tidak adil dan zhalim ini, akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Amin.
Demikianlah testimoni ini saya tulis dari balik penjara, dengan sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Semoga masyarakat dan para pejuang keadilan yang membacanya, dapat mengetahui dan mengerti bagaimana sebenarnya penegakan hukum di negeri ini yang hanya menghakimi tapi bukan mengadili guna memberikan keadilan bagi saya dan kita semua.